Sang Alang Kritik Peran Relawan, Program MBG, dan Kebijakan Razia Kendaraan Bobby Nasution
RATAS.id — HR. Sang Alang Hardjono, atau yang dikenal sebagai Sang Alang—pencipta lagu fenomenal “2019 Ganti Presiden”—kembali muncul ke ruang publik setelah cukup lama tidak terdengar. Melalui pernyataannya pada Senin (30/9/2025), ia menyoroti sejumlah dinamika politik nasional, mulai dari peran relawan politik, pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga kebijakan razia kendaraan pelat luar daerah di Sumatera Utara.
Relawan Ibarat Pisau Bermata Dua
Sang Alang menilai bahwa relawan merupakan elemen penting dalam pergerakan politik, namun bisa menjadi ancaman jika tidak dikelola dengan baik.
“Relawan itu harus dirawat. Kalau diabaikan, justru bisa menjadi racun. Mulut satu relawan saja bisa memengaruhi ribuan orang,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Ia mencontohkan bagaimana loyalitas relawan masih terjaga di kubu mantan Presiden Jokowi dan Anies Baswedan. Menurutnya, tokoh yang mampu merawat relawan akan mendapatkan dukungan jangka panjang.
Kritik Tajam terhadap Program MBG
Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menjadi salah satu kebijakan unggulan pemerintah, juga mendapat kritik keras.
“Sejak awal saya tidak setuju. Program ini rawan dijadikan senjata politik, banyak potensi korupsi, distribusi yang tidak merata, dan kualitas makanan yang buruk,” ucapnya.
Ia menilai pelaksanaannya tidak matang, bahkan menimbulkan insiden keracunan massal di beberapa daerah yang sampai ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Menurutnya, model perlindungan sosial di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lebih tepat sasaran.
Razia Bobby Dinilai Berpotensi Memecah Belah
Sang Alang juga menyoroti kebijakan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang melakukan razia kendaraan berpelat luar Sumut, termasuk dari Aceh.
“Bobby itu seperti cari gara-gara. Orang Aceh dan Medan itu bersaudara, jangan dibuat tegang. Kalau dibiarkan, bisa jadi bumerang,” tegasnya.
Kembali Menggaungkan Suara Kritis
Meski kini bergabung dengan Partai Demokrat, Sang Alang menunjukkan dirinya masih bersuara sebagai individu yang independen. Ia tak segan mengkritik kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Kembalinya Sang Alang menandakan bahwa suara dari kalangan aktivis-relawan masih memiliki ruang dalam percakapan politik nasional—terutama ketika menyentil isu sensitif seperti populisme, kebijakan sosial, dan kohesi antarwilayah.