RATAS – Presiden Madagaskar Andry Rajoelina memutuskan membubarkan pemerintahannya setelah gelombang protes besar-besaran oleh generasi muda atau gen Z.
Dilansir dari The Guardian, aksi demonstrasi dipicu oleh pemadaman listrik dan gangguan pasokan air yang melanda negara Madagaskar.
Dalam pidatonya di televisi nasional, Rajoelina meminta maaf atas kinerja pemerintah.
Rajoelina mengakui bahwa masalah listrik dan air telah sangat memengaruhi kehidupan rakyat.
Dia juga berjanji akan membuka pengajuan calon perdana menteri baru dalam tiga hari sebelum membentuk pemerintahan baru.
Rojalina menegaskan keinginan untuk menciptakan ruang dialog dengan anak muda dan menjanjikan dukungan bagi bisnis yang terdampak penjarahan.
Unjuk rasa yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut di Madagaskar menjadi yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Di ibu kota Antananarivo, ribuan orang turun ke jalan, banyak di antaranya berpakaian hitam sambil menyerukan agar presiden mundur.
Polisi merespons dengan gas air mata dan peluru karet, menyebabkan lebih dari 100 orang terluka.
PBB menuding pasukan keamanan melakukan respons brutal, meski sebagian korban jiwa juga tewas akibat kekerasan dan penjarahan oleh geng.
Namun, pemerintah Madagaskar menolak angka korban yang dilaporkan PBB. negara tersebut menyebut data tersebut tidak berasal dari otoritas resmi dan hanya berdasarkan rumor.
Protes kembali berlanjut pada Senin (29/9/2025) di sebuah universitas di Antananarivo.
Para demonstran mengibarkan poster, menyanyikan lagu kebangsaan, dan berusaha berbaris menuju pusat kota sebelum dibubarkan dengan gas air mata.
Pihak berwenang sebelumnya telah memberlakukan jam malam dari senja hingga fajar.
Para pengunjuk rasa mengadopsi simbol dan taktik protes Nepal dan Kenya, termasuk penggunaan organisasi daring untuk menggalang massa.