RATAS– Program bertajuk Gerakan Poe Ibu (Rereongan Sapoe Sarebu) mendadak jadi sorotan tajam setelah dianggap terlalu tergesa dan berpotensi menimbulkan polemik besar. Lewat surat edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA, Dedi meminta masyarakat, terutama ASN Jawa Barat, untuk menyisihkan Rp1.000 per hari demi membantu kebutuhan darurat.
Namun, niat baik itu kini berubah jadi perdebatan panas di publik. Anggota DPRD Jawa Barat, Zaini Shofari, menegaskan kebijakan tersebut minim kajian dan berpotensi disalahgunakan. Ia mengingatkan bahwa semangat sukarela justru bisa lenyap bila diwajibkan lewat regulasi.
“Kalau dipaksakan, makna gotong royongnya hilang,” ujarnya, Selasa (7/10).
Zaini bahkan mengingatkan ancaman serius di balik kebijakan itu. Ia menilai, tanpa perencanaan dan pengawasan ketat, dana sumbangan rawan diselewengkan.
“Harus jelas siapa pengelola dan ke mana uang itu akan disalurkan. Kalau tidak, bisa jadi bumerang,” katanya tajam.
Yang paling menghebohkan, muncul kecurigaan bahwa dana seribu per hari itu justru bisa mengalir ke Lembur Pakuan — kediaman pribadi Dedi Mulyadi di Subang, yang kerap didatangi warga untuk meminta bantuan.
“Jangan sampai gerakan ini hanya untuk menutup kekurangan biaya di Lembur Pakuan,” sindir Zaini pedas.
Nada serupa datang dari akademisi Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi Sugandi. Ia mengingatkan agar gerakan kesetiakawanan jangan dijadikan kedok untuk menambal aktivitas sosial pribadi Dedi.
“Kebijakan publik tak bisa dijalankan dengan gaya karitatif pribadi. Ini bukan model kepemimpinan yang sehat,” tegasnya. (*)