RATAS – Kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menggelontorkan dana Rp200 triliun untuk sektor perbankan menuai sorotan tajam dari Center for Budget Analysis (CBA). Direktur Eksekutif CBA Uchok Sky Khadafi menilai langkah tersebut berisiko mengulang kesalahan masa lalu seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Menurut Uchok, keputusan itu menunjukkan bahwa Purbaya terlalu mengandalkan data perbankan tanpa mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
“Sebagai Menkeu, Purbaya memang paham ekonomi, tetapi tidak paham budaya, tidak belajar sejarah, dan tidak bisa membaca karakter masyarakat serta para bankir yang mencari keuntungan pribadi,” ujarnya, Minggu (14/9/2025).
Ia menilai data perbankan yang dijadikan acuan kebijakan tidak sepenuhnya akurat.
“Banyak data perbankan yang dipublikasikan tidak jujur, bahkan dimanipulasi untuk menjaga citra perusahaan atau menghindari pengawasan hukum,” tegas Uchok.
CBA menilai, kebijakan penyaluran dana jumbo Rp200 triliun untuk menopang pertumbuhan ekonomi tidak tepat sasaran. Menurut Uchok, masalah utama bukan pada ketersediaan likuiditas bank, melainkan minimnya proyek produktif yang layak dibiayai.
“Bank punya uang, tapi tidak punya proyek. Sementara pemerintah melakukan efisiensi, banyak proyek infrastruktur ditunda karena penerimaan pajak menurun dan pinjaman luar negeri diperlambat,” jelasnya.
Ia menambahkan, lembaga keuangan internasional kini menunggu langkah konkret pemerintah dalam mengelola utang negara yang sudah mencapai Rp9.105 triliun.
CBA juga mengingatkan potensi meningkatnya kredit macet akibat penyaluran dana tanpa pengawasan yang ketat.
“Dana Rp200 triliun bisa-bisa berubah menjadi kredit bermasalah karena disalurkan ke pihak yang memiliki kedekatan politik atau kekuasaan,” ujar Uchok.
Selain itu, CBA menyoroti menurunnya kepercayaan investor akibat ketidakpastian situasi politik dan keamanan dalam negeri. “Investor ragu menanam modal karena situasi dinilai tidak kondusif, banyak aksi massa, dan ketegangan politik meningkat,” katanya.
Menurut Uchok, semangat optimisme Purbaya dalam memperkuat sektor keuangan harus dibarengi pemahaman mendalam terhadap kondisi sosial dan ekonomi riil.
“Optimisme tidak boleh hanya berhenti pada retorika. Tanpa kebijakan yang berpihak pada rakyat, daya beli tetap lemah dan kepercayaan publik menurun,” pungkasnya.
Kritik CBA ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah agar kebijakan stimulus perbankan tidak menjadi “BLBI jilid baru” yang justru membebani keuangan negara dalam jangka panjang. (HDS)