RATAS — Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Martin Manurung menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) harus menjadi lex specialis yang benar-benar memberikan perlindungan menyeluruh bagi pekerja rumah tangga (PRT), tanpa mengabaikan kepentingan dan kemampuan pemberi kerja.
Pernyataan itu disampaikan Martin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Baleg DPR RI dan Kementerian Sosial (Kemensos), BPJS Kesehatan, serta BPJS Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (8/9/2025).
“RUU PPRT ini sudah belasan bahkan puluhan tahun belum juga disahkan. Salah satu penyebabnya karena masih ada kekhawatiran regulasi ini akan memberatkan pemberi kerja. Maka mekanisme yang diatur harus adil dan seimbang,” tegas Martin.
Legislator dari Fraksi Partai NasDem tersebut menjelaskan bahwa RUU PPRT penting sebagai langkah afirmatif dalam memberikan perlindungan sosial bagi pekerja rumah tangga yang selama ini belum terakomodasi dalam regulasi ketenagakerjaan.
Menurutnya, keberadaan RUU ini juga bisa menjadi model uji kebijakan bagi penguatan perlindungan pekerja sektor informal di Indonesia.
“Kalau kita bisa membuat aturan yang baik untuk PRT, maka kita juga membuka peluang memperluas norma perlindungan ke pekerja informal lainnya,” ujarnya.
Dalam rapat tersebut, Baleg juga meminta masukan dari BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan terkait mekanisme iuran jaminan sosial bagi PRT. BPJS Ketenagakerjaan disebut telah memiliki skema iuran khusus, sementara BPJS Kesehatan diminta melengkapi data agar bisa dijadikan dasar dalam penyusunan norma undang-undang.
“Kita perlu kejelasan apakah mekanismenya nanti dibebankan sepenuhnya ke pemberi kerja atau ada sistem burden sharing. Kami butuh masukan konkret dari BPJS,” tambah Martin, yang juga mewakili daerah pemilihan Sumatera Utara II.
Martin menegaskan, DPR berkomitmen agar RUU PPRT tidak hanya menjadi simbol keadilan sosial, tetapi juga mampu menciptakan ekosistem kerja yang sehat dan berkelanjutan, di mana hak-hak PRT terlindungi dan pemberi kerja tidak terbebani secara berlebihan.
“RUU PPRT harus menjadi regulasi yang menyeimbangkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dengan begitu, perlindungan sosial bisa berjalan tanpa menimbulkan resistensi,” pungkasnya. (HDS)