Abdullah Desak OJK Cabut Aturan Penggunaan Debt Collector: Banyak Praktik Melanggar Hukum

Jumat, 10 Oktober 2025, Pukul 21:18 WIB

RATAS – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut ketentuan dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, khususnya Pasal 44 ayat (1) dan (2). Pasal tersebut memperbolehkan pelaku jasa keuangan melakukan penagihan utang melalui pihak ketiga atau debt collector.

“Saya mendesak OJK menghapus aturan yang memperbolehkan penagihan utang oleh pihak ketiga. Praktik di lapangan tidak sejalan dengan regulasi dan justru menimbulkan banyak tindak pidana. Saya juga mendorong agar penyelesaian utang ditempuh melalui jalur perdata,” tegas Abdullah dalam keterangannya, Jumat (10/10/2025).

Ia menyoroti berbagai kasus pelanggaran oleh penagih utang, termasuk insiden di Lapangan Tempel Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah pada Kamis (2/10/2025). Saat itu, mobil debt collector dilempari batu warga karena mengebut dan menimbulkan keresahan saat hendak menarik kendaraan kreditur di kawasan pemukiman.

“Pengaduan terkait pelanggaran oleh debt collector sudah sangat banyak,” ujarnya.

Data OJK mencatat, sejak Januari hingga 13 Juni 2025 terdapat 3.858 aduan terkait penagihan utang oleh pihak ketiga yang tidak sesuai ketentuan. Selain itu, praktik debt collector juga kerap disertai dugaan tindak pidana seperti intimidasi, kekerasan, dan mempermalukan debitur.

BACA JUGA :  Indonesia Heboh! TikTok Resmi Tutup Live Streaming, YouTube Bakal Ikut?

“Pertanyaan saya, sudah berapa perusahaan jasa keuangan yang diberi sanksi administratif, atau bahkan diproses pidana?” tegas Legislator dari Dapil Jateng VI tersebut.

Abdullah menilai penyelesaian sengketa utang lebih tepat melalui mekanisme perdata untuk meminimalkan pelanggaran hukum. Dalam mekanisme perdata, perusahaan pembiayaan wajib mengikuti prosedur yang berlaku, mulai dari penagihan, penjaminan, hingga penyitaan. Debitur yang tidak mampu membayar juga dapat dimasukkan dalam daftar hitam nasional melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Bank Indonesia atau OJK.

Desakan tersebut, kata dia, berpijak pada prinsip hukum dan HAM yang melindungi konsumen sebagai pihak rentan, tanpa menafikan hak kreditur dalam menagih.

“Negara hukum yang beradab tidak mengukur keberhasilan penegakan hukum dari seberapa banyak orang dipaksa membayar utang, melainkan dari sejauh mana hak manusia dihormati dalam proses itu,” pungkasnya. (HDS)

Latest

Abdullah Desak OJK Cabut Aturan Penggunaan Debt Collector: Banyak Praktik Melanggar Hukum

RATAS - Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut ketentuan dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di...

Kepanikan Massal! Gempa 7,4 SR di Filipina Tewaskan 2 Orang, Tsunami Mengancam Wilayah Pesisir

RATAS – Kabar memilukan datang dari Filipina. Gempa bumi besar berkekuatan 7,4 SR mengguncang kawasan selatan negeri itu, Jumat (10/10) pagi, menewaskan dua orang dan memicu peringatan tsunami...

Usul Bagus dari DPR, OJK Diminta Hapus Aturan Tagih Utang Lewat “Debt Collector”, Anda Setuju?

RATASTV - Ada wacana menarik yang dilontarkan anggota Komisi III DPR RI Abdullah. Ia meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghapus Pasal 44, Ayat (1) dan (2) pada Peraturan OJK, Nomor 22, Tahun 2023...

Komisi III Desak Penegakan Tegas Tambang Ilegal dan Narkotika di Sultra

RATAS - Komisi III DPR RI menyoroti dua persoalan strategis yang masih membayangi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yakni maraknya praktik tambang ilegal dan penyalahgunaan narkotika. Keduanya...

Telkom Perkuat Pengelolaan Sampah di Desa Cijaura Bandung Lewat Greenhouse dan Fasilitas Organik

RATAS — PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk melalui program GoZero% kembali menunjukkan konsistensi dukungan terhadap pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Dalam rangkaian kegiatan GoZero% Goes to...
3984931246225911134
CMS-Critic-Banner-300x600