Vonis Mati: Panggilan Tanpa Pemberitahuan
RATAS.id – Setiap manusia yang lahir ke dunia sesungguhnya telah menerima vonis mati dari Sang Hakim Tertinggi—Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā. Tidak ada banding, tidak ada kasasi, tidak ada penundaan. Hanya saja, waktu dan tempat eksekusinya dirahasiakan.
Maka beruntunglah orang yang sadar sejak dini, sebelum “panggilan tanpa pemberitahuan” itu tiba.
Alhamdulillāh, inilah bentuk kasih sayang Allah yang agung: kita tidak tahu kapan ajal menjemput.
Seandainya manusia mengetahui tanggal kematiannya, hidupnya pasti penuh kepura-puraan dan penundaan kebaikan. Karena ajal itu ghaib, orang beriman justru bergegas menyiapkan bekal—fa asta‘iddū lil-ākhirah, bersiaplah untuk kehidupan abadi setelah kematian.
Peringatan Ilahi: Jangan Menyesal Saat Terlambat
Allah Ta‘ālā memperingatkan dengan firman-Nya:
وَاَنْفِقُوْا مِنْ مَّا رَزَقْنٰكُمْ… (QS. Al-Munāfiqūn: 10) “Infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata penuh penyesalan: ‘Wahai Tuhanku, sekiranya Engkau menunda kematianku sedikit waktu lagi, niscaya aku akan bersedekah dan menjadi bagian dari orang-orang saleh.’”
Betapa lembut peringatan ini—jangan menunggu ajal untuk sadar tentang makna hidup, sedekah, infak, dan wakaf. Sebab penyesalan lahir dari kelalaian. Infak, sedekah, wakaf, istighfar, dan amal saleh hanya bermakna sebelum ruh berpisah dari jasad.
Suara Hikmah dari Al-Hasan Al-Bashri
Imām al-Hasan al-Bashrī rahimahullāh pernah berdiri di tepi kubur usai mengiringi jenazah. Ia bertanya kepada sahabat di sampingnya:
“Menurutmu, jika orang yang telah meninggal ini dihidupkan kembali, apa yang akan ia lakukan?”
Sahabatnya menjawab: “Ia akan banyak beristighfar, salat, dan memperbanyak amal kebaikan.”
Lalu al-Hasan berkata dengan suara yang menusuk hati: “Dia telah kehilangan kesempatan itu, maka jangan engkau juga menyia-nyiakannya.”
Setiap hembusan napas adalah kesempatan untuk bertaubat, bersedekah, dan berbuat baik—bukan menunggu kematian baru memahami arti kehidupan.
Teladan Para Dermawan: Mengabadikan Hidup dengan Sedekah
Kematian memutus seluruh urusan dunia, tetapi tidak memutus pahala amal jariyah.
Ada dua teladan nyata:
Pertama, Masjid Al-Hamra di Jakarta Utara, dibangun oleh seorang dermawan saleh. Ia bahkan menanggung gaji tujuh imam dan pengurus masjid yang semuanya qāri‘ terbaik.
Kedua, di Tulungagung, Abah Trimo membangun Masjid Al-Fattāh dengan dana pribadi sekitar 80 miliar rupiah, bahkan mewakafkan 12 SPBU.
Mengapa mereka berani berinfak sebesar itu? Karena mereka yakin bahwa yang dibawa ke alam kubur hanyalah amal saleh—bukan harta yang ditimbun dan ditinggalkan.
Tiada Tempat Bersembunyi dari Kematian
Kematian adalah kepastian—tanpa negosiasi.
وما تدرى نفس ما ذا تكسب غدا… (QS. Luqmān: 34) قل ان الموت الذى تفرون منه… (QS. Al-Jumu‘ah: 8) اين ما تكونوا يدرككم الموت… (QS. An-Nisā’: 78)
Tidak ada benteng yang mampu melindungi dari ajal. Satu-satunya perlindungan adalah ketaatan dan amal saleh.
Bekal Sebelum Terlambat
Persiapan menghadapi vonis mati bukan dengan ketakutan, tetapi dengan kesadaran dan amal nyata.
Mulailah dengan:
• Memperbanyak istighfar, agar noda hati terhapus sebelum ajal menjemput.
• Bangun qiyamullail selepas jam dua dini hari, saat langit paling dekat dengan bumi.
• Membaca Al-Qur’an beserta terjemahnya agar ayat-ayatnya berbicara langsung ke hati.
• Rajin berinfak, bersedekah, dan berwakaf, karena tangan yang memberi akan digenggam malaikat di akhirat.
Zikir “Paket Hemat”, Pahala Berat
Amalan ringan dengan nilai agung:
1. Al-Fātiḥah
2. Ayat al-Kursi
3. Tiga ayat terakhir Surah al-Ḥasyr (59:22–24)
4. Al-Kāfirūn
5. Al-Ikhlāṣ (3×)
6. Al-Falaq
7. An-Nās
Bacalah pagi sebelum beraktivitas dan malam sebelum tidur sebagai perisai ruhani.
Penutup: Doa Seorang Hamba yang Sadar
Mari kita tundukkan hati dan berdoa dengan doa yang diajarkan Rasulullah ﷺ:
اللهم اعنا على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك Allāhumma a‘innā ‘alā dzikrika, wa syukrika, wa ḥusni ‘ibādatik.
“Ya Allāh, bimbinglah kami untuk selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah kepada-Mu dengan sebaik-baiknya.”
Kawan, vonis mati bukan ancaman—melainkan pengingat agar kita hidup penuh makna. Yang sadar ajal pasti datang akan berhenti bermain-main dengan waktu.
Yang memahami bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara akan memaknai setiap sujud sebagai tiket menuju keabadian.
“Dia telah pergi dan tak bisa kembali, maka jangan sampai engkau menyia-nyiakan kesempatanmu.”