Pupuk Bersubsidi Jadi Jantung Produktivitas Nasional, DPR Minta Distribusi Diawasi Ketat
RATAS.id – Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menegaskan bahwa pupuk bersubsidi merupakan jantung produktivitas pertanian nasional yang harus dikelola secara tepat agar benar-benar menyentuh kebutuhan petani kecil.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Tata Kelola Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Acara ini digelar bekerja sama dengan PT Pupuk Indonesia Holding Company dan Danantara Indonesia, dengan tujuan memperkuat koordinasi antara pemerintah, distributor, penyuluh, dan kelompok tani agar sistem penyaluran pupuk bersubsidi semakin efektif, transparan, dan tepat sasaran.
Kegiatan yang berlangsung di Aula Hotel Nirmala Center Sumbawa tersebut dihadiri oleh Johan Rosihan (Dapil NTB I), perwakilan PT Pupuk Indonesia Holding Company beserta anak usahanya seperti Petrokimia Gresik, Pupuk Kaltim, dan Pusri Palembang, serta unsur Dinas Pertanian, distributor, dan ratusan petani dari berbagai kecamatan.
“Kita tidak kekurangan pupuk secara nasional karena kapasitas produksi mencapai hampir 14 juta ton per tahun. Masalahnya adalah distribusinya, akurasinya, dan keadilannya di lapangan. Pemerintah sudah menaikkan alokasi pupuk bersubsidi menjadi 9,55 juta ton pada 2025, tapi tetap harus kita kawal agar benar-benar sampai ke petani yang berhak,” ujar Johan dalam keterangannya, Senin (13/10/2025).
Politisi Fraksi PKS itu juga menyoroti adanya ketimpangan antara kebutuhan petani dan alokasi subsidi pemerintah. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, kebutuhan pupuk nasional mencapai sekitar 23 juta ton, sementara subsidi hanya sekitar 9 juta ton.
Menurutnya, kondisi tersebut menuntut pemanfaatan pupuk organik dan hayati agar produktivitas tetap terjaga tanpa membebani petani.
“Kita perlu mengembalikan semangat kemandirian dan inovasi pertanian. Pupuk organik seperti Petroganik dan NPK Pelangi harus terus didorong penggunaannya. Ini bukan sekadar soal subsidi, tetapi keberlanjutan ekosistem pangan kita,” tambahnya.
Bimtek ini juga menjadi ajang dialog langsung antara produsen dan petani. Para peserta mendapat penjelasan mengenai mekanisme baru sistem e-RDKK dan i-Pubers (Integrasi Pupuk Bersubsidi) yang diharapkan mampu meningkatkan validitas data dan mempercepat distribusi hingga ke tingkat petani.
Perwakilan PT Pupuk Indonesia menyampaikan bahwa stok pupuk bersubsidi saat ini tersedia di atas batas minimum pemerintah. Hingga awal Oktober 2025, stok nasional tercatat lebih dari 200 persen dari ketentuan minimum untuk memastikan ketersediaan di musim tanam pertama.
Selain aspek teknis distribusi, Johan juga menekankan pentingnya pengawasan terpadu. Ia mengajak pemerintah daerah, penyuluh, kelompok tani, dan aparat terkait menjaga integritas dalam pendistribusian pupuk bersubsidi.
“Jangan ada lagi keluhan pupuk langka saat masa tanam. Kita ingin memastikan setiap butir pupuk subsidi sampai ke tangan petani yang berhak. Ini bentuk tanggung jawab bersama dalam menjaga ketahanan pangan nasional,” tegasnya.
Acara ditutup dengan sesi diskusi interaktif dan komitmen bersama untuk memperkuat tata kelola pupuk bersubsidi berbasis data dan teknologi, serta memperluas edukasi kepada petani agar menggunakan pupuk sesuai rekomendasi teknis pertanian.