RADAR TANGSEL RATAS – Modus korupsi di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Banten terbongkar. Pajak mobil diubah dari Rp 60 Juta menjadi Rp 6 Juta.
Dan, terdakwa pun meraup Rp 100 juta per harinya dari modus korupsi tersebut. Benar-benar menyesakkan dada.
Fakta tersebut terbongkar di pengadilan. Salah seorang terdakwa kasus korupsi penggelapan pajak di Samsat Kelapa Dua, Tangerang, Banten mengubah notice atau bukti pembayaran biaya pajak mobil Fortuner dari Rp 60 juta menjadi hanya Rp 6 juta. Dengan modus itu, terdakwa mengeruk uang haram sampai dengan Rp 100 juta per hari.
Pada sidang dengan saksi Mila Rahmawati yang merupakan teller Bank BJB Banten, bukti notice itu ditunjukkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) di depan majelis hakim saat persidangan. Ada notice pajak mobil baru jenis Fortuner milik seseorang bernama Robi yang pada setoran awal ke teller Rp 60,5 juta kemudian diubah menjadi hanya Rp 6 juta.
“Ini notice (perubahan) yang dikasih (terdakwa) Bagza. Jadi, selisih dari notice pertama (uangnya) dikasih ke Bagza,” ungkap saksi Mila ketika ditunjukkan bukti notice oleh JPU Subardi dalam
Persidangan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Banten, Rabu (2/11/2022).
Padahal, bukti bayar di notice pertama tersebut sudah berparaf dari korektor petugas Samsat Kelapa Dua. Tetapi, karena ada notice baru di bukti bayar itu, maka teller katanya hanya menuruti saja ke terdakwa.
“Langsung dikasih cash (tunai) ke Bagza,” saksi Mila mengatakan di depan majelis hakim.
Di persidangan tersebut, saksi Mila memaparkan, biasanya terdakwa datang ke teller bank BJB Banten di Samsat sebelum pukul 15.00 WIB. Atau, sebelum waktu setoran teller ke rekening kas umum daerah (RKUD).
Proses penyetoran itu, ucapnya, disebut dengan posting. “Nunggu jam 3. Karena, tutup layanan jam 3,” cetusnya.
Dan, Hakim Ibnu Anwarudin pun sempat bertanya ke saksi, bagaimana terdakwa dapat dengan mudah meminta mengubah nilai pajak, bahkan, selama setahun, setiap hari.”Ini setiap hari, kendaraannya kendaraan baru?,” tanya hakim.
Saksi Mila pun menjawab, tidak setiap hari. “Ada selangnya. rata-rata, 1 hari 3 notice, 2 sampai 3, nilainya Rp 30 juta sampai Rp 100 juta setiap kendaraan,” jawab saksi Mila.
Terdakwa sempat menjawab bahwa kelebihan pembayaran wajib pajak itu akan dibayarkan ke kas daerah. Petugas teller pun tidak pernah melaporkan ini ke pimpinan di Bank BJB Banten.
“Saya sempat tanyakan ini buat apa? Jawabannya ini buat disetorkan ke kasda (kas daerah) sendiri,” ucapnya.
Teller di Bank Banten katanya juga sudah dikondisikan oleh terdakwa. Katanya, jika ada perubahan pada notice bukti pembayaran, maka itu harus diserahkan ke terdakwa Bagza.
“Itu kan saya sudah dikondisikan. Kalau ada perubahan setor ke saya, ke Bagza. Jadi, prosesnya Bagza ini bawa notice perubahan. Di situ, kan, nominalnya diinstruksikan ada selisih lebihnya. Selisih lebihnya dikasihkan ke Bagza,” pungkas saksi Mila.
Untuk diketahui, saksi Mila dihadirkan dalam perkara penggelapan pajak Samsat Kelapa Dua Tangerang, Banten. Terdakwa dalam kasus ini adalah Zulfikar sebagai kasi penetapan dan penagihan, lalu Achmad Pridasya dari bagian pengadministasian dan M. Bagza Ilham sebagai honorer, serta Budiyono sebagai pembuat aplikasi Samsat.
Kronologi Kasus Korupsinya
Kasus dugaan korupsi penggelapan pajak mobil yang terjadi di Samsat Kelapa Dua, Tangerang, Banten telah diungkap secara detil oleh para saksi di pengadilan. Untuk diketahui, dari praktik tersebut, terdakwa melakukan korupsi penggelapan hingga mencapai Rp 10,8 miliar.
Dari sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor, Rabu lalu (19/10/2022) itu terungkap awal mula terbongkarnya manipulasi para terdakwa menggelapkan pajak melalui aplikasi Samsat.
Kronologi disampaikan saksi Andri Ma’mun sebagai PNS di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten.
Andri bertugas sebagai penanggung jawab pengelolaan sistem di Sistem Aplikasi Samsat Banten (Sambat). Dijelaskannya, aplikasi ini adalah sistem sistem pembayaran yang terkoneksi dengan kepolisian, PT. Jasa Raharja, dan perbankan.
Sistemnya diatur mulai dengan runutan pendaftaran, penetapan, korektor, pembayaran, cetak SKPD, cetak STNK. Lalu, proses posting atau pengumpulan uang pajak ke pemerintah daerah.
“Jadi, kita tahu sebelum ada penetapan. Karena, ada permintaan pengecekan terkait selisih dari Jasa Raharja,” ucap Andri di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (19/10/2021).
Pihak Jasa Raharja pun bingung karena ada selisih dan anomali nilai keuangan di sistem mereka dari jumlah pembayar pajak. Seingatnya, hal itu terjadi pada 2 Desember 2021.
“Itu terdapat kalau tidak salah ada dua kendaraan yang nilai Jasa Raharja-nya nominalnya, ada selisih, saya kemudian konfirmasi, ini selisih kenapa,” ujar saksi.
Kemudian, ia meminta cek selisih ini ke saksi Iwan Abu Bakar dari PT Aldrin Media Infotama selaku pihak ketiga pengelola aplikasi pembayaran. Ternyata, ditemukan adanya selisih transaksi mobil harusnya membayar pajak kendaraan baru menjadi kendaraan bekas.
“Itu selisih dari transaksi BBN 1 ke BBN 2. Ini menunjukkan selisih, ternyata ada anomali transaksi,” tandasnya.
Salah satu mobil itu, imbuhnya, kendaraan Fortuner. Nilai pajak kendaraan itu sendiri seharusnya adalah Rp 50 juta.
Lalu, malah dijadikan nol di dalam sistem aplikasi samsat. “Nilainya jauh, dari Rp 50 juta jadi nol. Dan, biasanya, harusnya ada tanda tangan korektor, paraf korektor,” papar saksi.
Ketika didalami, ternyata, ada 117 kendaraan kepengurusan STNK-nya tidak ada di sistem Samsat Kelapa Dua. Selain itu, ada perubahan pada pajak BBN 1 atau kendaraan baru menjadi pajak kendaraan bekas atau BBN 2, jumlahnya ada 177 mobil.
Jadi, total semuanya adalah 294 mobil. “Ya, dari kendaraan baru, yang STNK hilang,” tukasnya.
Korupsi penggelapan uang pajak kendaraan dilakukan oleh terdakwa Zulfikar sebagai kasi penetapan, penerimaan dan penagihan di Samsat Kelapa Dua Tangerang. Lalu, oleh terdakwa Achmad Pridasya sebagai pegawai administrasi, dan M. Bagza Ilham sebagai honorer serta, terakhir Budiyono sebagai pembuat aplikasi pembayaran Samsat. (AGS)