RADAR TANGSEL RATAS – Penyidik Polda Banten akan diadukan ke Divisi Profesi Pengamanan Markas Besar Republik Indonesia (Divpropam Mabes Polri). Diduga kuat, penyidik Polda Banten itu salah tangkap dan melakukan tindak penangkapan terhadap orang tanpa memperhatikan SOP alias Standar Operasional Prosedur dalam kasus tawuran maut di, Kabupaten Tangerang.
Hal itu diungkapkan penasihat hukum tersangka Reyhan Akbar Albani dan Ferry Ardianto: Puji Astuti, S. H. “Penyidik Polda Banten diduga kuat melakukan penangkapan tanpa disertai surat perintah maupun surat panggilan terlebih dahulu,” ujar Puji.
Kepada awak redaksi Kantor Berita ratas.id RADAR TANGSEL, Sabtu, 28 Januari 2023, pengacara pada Firma Hukum “Harsya Wardhana dan Rekan” itu mengatakan, pihaknya akan mengadukan penyidik Polda Banten ke Divpropam Mabes Polri dengan beberapa alasan. “Salah satu alasannya adalah seperti yang saya ungkapkan itu tadi, yaitu penyidik main asal tangkap dan salah tangkap. Tanpa SOP yang benar,” ucapnya, di Tangsel.
Pengacara berhijab itu mengatakan, pihaknya belum mengadukan ke Propam Mabes Polri. Karena, tukasnya, saat ini, masih proses praperadilan.
“Belum kami adukan ke Propam . Tapi, kami berencana akan mengadukan penyidik Polda Banten ke Propam Mabes Polri. Sekarang ini, masih dalam proses praperadilan di Pengadilan Negeri Tangerang,” tegas Puji.
Sebagai kuasa hukum Reyhan Akbar Albani dan Ferry Ardianto berdasarkan surat kuasa No. 022/SKK/FH/HW/X/2022, pihaknya memohon perlindungan hukum kepada Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri sehubungan dengan Laporan Polisi Nomor LP/A/528/X/2022/Unitreskrim/SPKT. Polsek Pasar Kemis/Resta Tangerang Polda Banten, tanggal 16 Oktober 2022. Puji menerangkan, dua kliennya itu telah ditahan di rumah tahanan negara Polda Banten sesuai dengan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/96/X/2022Ditreskrimum, tanggal 19 Oktober 2022.
“Karena, diduga telah melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang yang mengakibatkan maut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170, Ayat (2), ke-3 KUHPidana,” urainya.
Atas penahanan dua kliennya itu, Puji selaku pengacara menyatakan keberatan kepada penyidik karena tidak bertindak sesuai SOP dalam menangani kasus tawuran yang menyebabkan tewasnya seorang korban. Sehingga, ia akan melaporkan penyidik Polda Banten.
Alasan lain mengapa ia akan mengadukan penyidik Polda Banten ke Divpropam Mabes Polri adalah sebagai berikut. Pertama, cetus Puji, pada saat pejemputan Ferry Ardianto maupun Reyhan Akbar Albani, awalnya penyidik mengatakan hanya ingin memintai keterangan.
“Tapi, malah menahan kedua tersangka. Hal ini bertentangan dengan Pasal 112, Ayat (1), KUHAPidana yang menyatakan bahwa ‘penyidik yang melakukan pemeriksaan, harus menyebutkan alasan yang jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu memenuhi panggilan tersebut. Terkecuali, jika dilakukan penangkapan di tempat kejadian tindak pidana, maka surat panggilan dikecualikan’, beber Puji.
Lalu, alasan ke-2 pihaknya akan mengadukan penyidik ke propam adalah dalam proses penangkapan atau penjemputan Reyhan Akbar Albani dan Ferry Ardianto, pada tanggal 16 Oktober 2022 (malam hari), penyidik dari kepolisian tidak menunjukkan surat perintah tugas dan surat perintah penangkapan. “Baik kepada Reyhan Akbar Albani dan Ferry Ardianto sendiri, keluarga atau pejabat desa yang berwenang,” tukas dia.
Sehingga, ucap Puji, tindakan penyidik tersebut bertentangan dengan Pasal 18 KUHAPidana Ayat (1). Yaitu, sambung Puji, menyatakan bahwa “pelaksanan tugas penangkapan yang dilakukan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa”.
Kemudian, di dalam Peraturan Kapolri, Nomor 6, Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana pada Pasal 18 Ayat (2) dijelaskan bahwa “penyidik atau penyidik pembantu yang melakukan penangkapan wajib dilengkapi dengan surat perintah penangkapan dan surat perintah tugas”, ia menguraikan. Dan, ujar Puji lagi, ayat (3) juga menjelaskan bahwa “Dalam hal tertangkap tangan, tindakan penangkapan dapat dilakukan oleh petugas dengan tanpa dilengkapi surat perintah penangkapan atau surat perintah tugas”.
Dikatakan Puji lagi, alasan ke-3 pihaknya mengadukan penyidik adalah, karena, saat pemeriksaan Reyhan Akbar Albani dan Ferry Ardianto di Polda Banten, keduanya tidak didampingi oleh penasihat hukum. “Padahal, jelas-jelas diwajibkan dalam Undang-undang, yaitu dalam Pasal 114 KUHAPidana menjelaskan bahwa ‘Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk
mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56’,” tandas Puji.
Dinyatakan Puji, Pasal 56, Ayat (1) KUHAPidana menjelaskan juga bahwa “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman lima belas atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum untuk mereka”. “Itu sangat jelas,” imbuhnya.
Selanjutnya, Puji menyebut Pasal 54 KUHAPidana, berbunyi “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”. “Dan, Pasal 55 KUHAPidana berbunyi ‘Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya’,” kata Puji.
Tersangka Disiksa dan Ditekan Penyidik
Ditegaskan Puji bahwa menurut pengakuan para termohon dan juga keempat orang yang telah dipulangkan mengaku, pada saat pemeriksaan, mereka disiksa dan ditekan oleh penyidik Polda Banten dengan maksud memaksa mereka untuk mengakui tindak pidana yang belum mereka lakukan. “Sedangkan, dalam Peraturan Kapolri, Nomor 8, Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 13, Ayat (1) menjelaskan bahwa ‘Dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang melakukan hal-hal berikut,” ucap Puji.
Yaitu, urai Puji, dilarang (a.) melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan informasi, keterangan atau pengakuan; (b.) menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses hukum atau secara sewenang-wenang; (c.) memberitakan rahasia seseorang yang berperkara. “Lalu dilarang (d.) memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laporan hasil penyelidikan; (e.) merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran; (f.) melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara,” papar dia.
Nah, atas adanya kejadian ini, pihaknya merasa ada kejanggalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik Polda Banten terhadap dua kliennya: Reyhan Akbar Albani dan Ferry Ardianto. “Kami mohon perlindungan hukum kepada bapak Kadiv propam Mabes Polri,” pintanya.
Kronologis Tindak Pidana Pengeroyokan
Puji pun menerangkan kronologis peristiwa tawuran mematikan itu. Pertama, pada tanggal 16 Oktober 2022 sekitar pukul 03.00 WIB, di Jl. Raya Kotabumi, Pasar Kemis Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, telah terjadi peristiwa tindak pidan pengeroyokan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang yang bernama almarhum Doni Urhadi. Kronologi menurut versi penyidik Ditreskrimum Ps. Subdit III Jatanras Polda Banten yaitu penyidik Bagus mengatakan peristiwa terjadi di saat korban akan membubarkan aksi para gang motor, yang salah satu anggota gang motor ini bernama Reyhan Akbar Albani (tersangka) yaitu adik kandung dari korban almarhum Doni Nurhadi dan Ferry Ardianto (tersangka).
Karena para gang motor dan Reyhan Akbar Albani di bawah pengaruh minumam beralkohol/mabuk, ia tidak terima aksinya dibubarkan oleh korban atau kakak kandung (Doni Nurhadi). Sehingga, para gang motor dan Reyhan Akbar Albani melakukan pengeroyokan dan penusukan terdahap korban atau kakak kandung sendiri.
Dan, korban Aalmarhum Doni Nurhadi meninggal dunia di RS. Hermina karena mengalami luka tusukan. Kedua, pada tanggal 16 Oktober 2022 sekitar pukul 03.00 WIB, menurut versi keluarga tersangka sekaligus keluarga korban mengatakan, Reyhan Akbar Albani (tersangka) dan Ferry Ardianto (tersangka) tidak ada di lokasi peristiwa tindak pidana pengeroyokan dan penusukan tersebut. Karena, tanggal 16 Oktober 2022 sekitar pukul 03.00 WIB, Reyhan Akbar Albani dan Ferry Ardianto dengan kawan Kawan lainnya sedang berada di Pos Jambu di dalam kampung (jarak antara Pos Jambu di dalam Kampung dan tempat kejadian oengeroyokan dan penusukan di Jalan Raya Kotabumi yaitu kurang lebih 500 meter).
Sedangkan, menurut versi warga, menyatakan bahwa Reyhan Akbar Albani dan Ferry Ardianto sedang “nongkrong”. Reyhan dan Ferry nongkrong di sekitar Pos Jambu dalam kampung,” ucap Puji.
Kejanggalan Dalam Penyelidikan
Ada kejanggalam dalam penyelidikan, menurut Puji. Pertama, kata dia, setelah terjadi tindak pidana pengeroyokan pada tanggal 16 Oktober 2022 sekitar pukul 03.00 WIB, di Jl. Raya Kotabumi Pasar Kemis Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, penyidik Polda Banten memeriksa yang diduga terlibat dalam tindak pidana tersebut sebanyak enam orang termasuk Ferry Ardianto dan Reyhan Akbar Albani. “Setelah diselidiki yang (empat) orang dipulangkan. Sedangkan, Ferry Ardianto dan Reyhan Akbar Albani tidak dipulangkan melainkan ditahan sejak tanggal 16 Oktober 2022,” papar dia.
Sedangkan, ungkap Puji, dalam Pasal 18 KUHAPidana, Ayat (3) menjelaskan bahwa “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarga segera setelah penangkapan dilakukan”. “Dan, hal ini tidak diindahkan oleh penyidik Polda Banten,” kritiknya.
Kejanggalan ke-2, terang Puji, dalam penyelidikan tersebut penyidik Polda Banten menjemput Ferry Ardianto pada tanggal 18 Oktober 2022, pukul 03.00 WIB di rumahnya tanpa surat perintah maupun surat panggilan. “Reyhan Akbar Albani juga dijemput pada tanggal 18 Oktober 2022, pukul 01.00 WIB di rumahnya oleh penyidik Polda Banten tanpa surat perintah maupun surat panggilan. Kemudian dititipkan di Polsek Pasar Kemis setelah beberapa jam terjadi tindak pidana pengeroyokan, atau bukan pada saat terjadi tindak pidana pengkeroyokan,” ulasnya.
Diungkapkan Puji, kejanggalan ke-3 adalah pada saat Ferry Ardianto dan Reyhan Akbar Albani dititip di Polsek Pasar Kemis dan tidak lama kemudian dibawa ke Polda Banten pada tanggal 16 Oktober 2022 sama sekali tidak diberitahukan kepada keluarga. “Kejanggalan ke-4, pihak keluarga baik Keluarga Ferry Ardianto maupun Reyhan Akbar Albani mengetahui keduanya ditangkap dan diperiksa yaitu pada tanggal 19 Oktober 2022, dari empat orang yang dipulangkan oleh
penyidik Polda Banten,” cetusnya.
Kesimpulannya, Puji meminta keadilan pada kapolri atas kasus ini. “Pak kapolri, kami mohon keadilan. Dan, kami mohon perlindungan hukum pada pak kadivpropam,” Puji memohon. (AGS)