RADAR TANGSEL RATAS – Sejak awal Februari 2023, panel Kementerian Hukum Jepang mengusulkan sejumlah reformasi peraturan, salah satunya adalah menaikkan usia legal berhubungan seksual warganya dari yang semula 13 tahun menjadi 16 tahun.
Peraturan lain yang juga akan direformasi yakni remaja yang perbedaan usianya tidak lebih dari lima tahun akan dibebaskan dari tuntutan jika kedua pasangan berusia di atas 13 tahun.
Dikutip dari Detik.com (24/2/2023), di Jepang, usia legal dianggap sebagai kriteria seseorang cukup mampu untuk menyetujui aktivitas seksual. Tujuannya adalah untuk melindungi anak-anak remaja serta dewasa dari pelecehan seksual, dan sebagai pengesahan konsekuensi atas aktivitas hubungan seksual mereka sesuai dengan yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Jika orang dewasa terlibat dalam jenis aktivitas seksual apapun dengan seseorang di bawah usia persetujuan yang ditentukan oleh negara, mereka dianggap melakukan kejahatan.
Selanjutnya, ketika hubungan seksual disetujui oleh kedua belah pihak, hal itu akan dianggap perkosaan. Sebab, menurut undang-undang, individu tersebut masih di bawah umur dan terlalu muda untuk menyetujuinya.
Sebelumnya, usia legal Jepang dianggap sebagak salah satu yang terendah di dunia dan tidak berubah selama satu abad. Hal itu kemudian memicu pertanyaan, mengapa pemerintah Jepang baru sekarang mengubah usia legal.
Kementerian Hukum Jepang menjelaskan bahwa kebijakan tersebut diterapkan lantaran banyaknya predator seks serta maraknya angka kriminal pemerkosaan yang menyerang usia anak di bawah umur.
Saat ini, Jepang memiliki usia persetujuan terendah di negara-negara maju, karena anak-anak berusia 13 tahun dianggap cukup umur untuk memberikan persetujuan yang juga berarti aktivitas seksual dengan mereka tidak dianggap sebagai perkosaan menurut undang-undang.
Tapi, hubungan seksual dengan orang di bawah usia 13 tahun adalah ilegal terlepas dari persetujuannya, sementara hubungan seksual dengan orang berusia 13 hingga 15 tahun akan dihukum jika pelakunya berusia lima tahun atau lebih, sesuai hukum Jepang.
Kementerian Hukum di negara tersebut juga berencana memperluas makna pemerkosaan dan mengkriminalisasi praktik grooming anak-anak. Hubungan badan yang terjadi ketika salah satu pihak tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat atau alkohol nantinya akan dimasukkan ke dalam tindakan perkosaan. Jika lolos, usulan peraturan itu akan disahkan pada musim panas tahun ini.
Subkomite hukum pidana dari Dewan Legislatif, yang menasihati menteri kehakiman, juga berusaha membuat definisi yang lebih spesifik untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan kejahatan hubungan seksual paksa dan penyerangan tidak senonoh. Hal tersebut dilakukan agar lebih mudah membangun kasus untuk kejahatan semacam itu dan mendukung tuduhan terkait di pengadilan. (BD)