RADAR TANGSEL RATAS – Beberapa waktu yang lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md mengaku mendapat informasi dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) tentang adanya transaksi janggal senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Info tersebut tentu saja bikin heboh. Sampai-sampai, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Mahfud mengadakan jumpa pers bareng di kantor Kementerian Keuangan, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3) lalu.
Mahfud kemudian menjelaskan, angka Rp 300 triliun itu adalah angka dugaan tindak pidana pencucian uang. Meski demikian, saat itu, Sri Mulyani mengaku masih belum mengerti bagaimana angka Rp 300 triliun itu bisa terbilang. Dia mendorong PPATK mengungkap ke publik.
Selanjutnya, Irjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Awan Nurmawan Nuh menggelar jumpa pers pada Selasa (14/3) kemarin. Dia mengatakan bahwa angka Rp 300 triliun itu bukanlah uang kejahatan.
“Prinsipnya, angka Rp 300 triliun itu bukan angka korupsi atau TPPU pegawai Kemenkeu, tadi sudah dijelaskan Pak Ivan (Kepala PPATK),” kata Awan, dalam jumpa pers, Selasa (14/3/2023), dikutip dari Detik.com.
“Kemudian kami di Kemenkeu komitmen untuk melakukan pembersihan-pembersihan, tentu kami intens dengan Pak Ivan, kita komit. Mengenai informasi-informasi pegawai itu kita tindaklanjuti secara baik, kita panggil dan sebagainya, intinya kerjasama antara Kemenkeu dengan PPATK sudah begitu cair,” lanjut Awan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menerangkan bahwa angka Rp 300 triliun merupakan akumulasi dari tugas dan fungsi Kemenkeu yang menangani kasus tindak pidana asal. PPATK dalam hal ini melakukan analisis dan hasilnya disampaikan ke Kemenkeu untuk ditindaklanjuti.
“Yang kita sebut kemarin Rp 300 triliun, dalam kerangka itu perlu dipahami ini bukan tentang adanya abuse of power atau korupsi yang dilakukan pegawai Kemenkeu. Tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kemenkeu yang menangani kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami saat kami melakukan hasil analisis kami sampaikan ke kemenkeu untuk ditindaklanjuti,” paparnya.
Ivan menerangkan posisi Kemenkeu dalam hal ini sebagai penyidik tindak pidana asal dari kepabeanan cukai dan perpajakan. Dari situ, PPATK menyerahkan hasil analisis atau pemeriksaan pada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti.
“Kasus-kasus itu yang memiliki nilai luar biasa besar, masif. Tapi memang ada satuan kasus yang kami koordinasikan, kami peroleh dari Kemenkeu terkait pegawai, kami temukan sendiri, tapi itu nilainya sangat minim, dan itu ditangani Kemenkeu dengan sangat baik,” jelasnya.
Seperti yang dirilis Detik.com (16/3/2023), Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengaku bingung mengapa isu tersebut tiba-tiba selesai dengan kesimpulan yang dianggap cepat.
“Ini publik sudah telanjur dibuat bingung oleh banyaknya narasi yang beredar. Jadi saya minta temuan ini tolong benar-benar diusut tuntas. Pun kalau sudah clear, para pemangku kepentingan punya tanggung jawab untuk buka kasus ini seterang-terangnya kepada publik. Kok bisa isunya tiba-tiba clear dan disimpulkan secepat itu?” ujar Sahroni dalam keterangannya, Rabu (15/3/23).
Sahroni mengatakan semestinya kasus ini dibuka seterang-terangnya kepada publik. Terlebih, narasi Rp 300 triliun sudah telanjur mengemuka di masyarakat.
Menurut Sahroni, dengan berakhirnya isu ini, ada penilaian di masyarakat seolah-olah kasus dihentikan. Ia juga menilai kasus ini bisa saja sebagai fitnah akibat data yang tidak akurat. Sahroni meminta kejelasan.
“Dua hal yang saya soroti dari temuan besar ini. Pertama, jangan sampai karena terlanjur mendapat perhatian yang begitu besar, kasus ini jadi seakan-akan ‘dihentikan’. Kedua, lebih mengerikan lagi kalau ternyata kasus ini jadi sekedar fitnah akibat informasi awal yang kurang akurat. Sebab efek dari narasi ini telah berimbas langsung kepada suatu lembaga,” ungkapnya.
Legislator NasDem itu juga meminta publik tetap aktif memantau perkembangan dugaan kasus Rp 300 T Kemenkeu ke depan. Namun, dia memberikan catatan bahwa publik juga tidak boleh berspekulasi terlalu liar yang berujung pada timbulnya fitnah-fitnah baru. (BD)