RADAR TANGSEL RATAS – Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta mengungkap kejahatan seksual secara daring terhadap anak dengan modus “grooming” atau membangun kedekatan secara emosional sebelum melancarkan aksi bejatnya.
Saat jumpa pers di Mapolda DIY, Senin (11/7), Direskrimsus Polda DIY Kombes Pol Roberto Gomgom Manorang Pasaribu menyebut ada empat anak di bawah umur yang menjadi korban kejahatan seksual daring, dengan tersangka berinisial FAS atau Bendol, laki-laki berusia 27 tahun.
Roberto bercerita, setelah mendapat nomor kontak target korban, pelaku lalu menelepon target dengan mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas. “Ini istilah yang kami katakan dalam kejahatan pornografi atau kejahatan terhadap anak dengan istilah ‘grooming’,” ungkap Roberto, seperti yang dikutip suara.com (12/7).
Pengungkapan kasus itu, berawal dari laporan guru sekolah serta orang tua siswa kepada Bhabinkamtibmas di Desa Argosari, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada 21 Juni 2022.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa tiga anak perempuan yang semuanya berusia 10 tahun dihubungi orang tidak dikenal kemudian mengajak mereka melakukan video call melalui aplikasi WhatsApp.
“Setelah ‘video call’ anak-anak ini dipertanyakan dan dipertunjukkan apakah sudah pernah melihat alat kelamin laki-laki. Mereka lalu kaget dan mematikan telepon. Sambil nangis-nangis anak-anak ini cerita kepada orang tuanya,” tutur Roberto.
Setelah mendapat laporan dari orang tua korban, polisi kemudian melakukan pelacakan berdasarkan data yang ada. Pelaku akhirnya ditangkap di Klaten, Jawa Tengah.
Roberto mengatakan, untuk mendapatkan nomor kontak para korban, FAS bergabung dengan sejumlah grup aplikasi WhatsApp setelah sebelumnya bergabung di sosial media Facebook.
Dari sejumlah grup di medsos itu, ada sejumlah nomor kontak anak-anak yang memang dipersiapkan FAS sebagai targetnya. “Pelaku mengakui bahwa sejak Mei 2022 dia sudah mencoba menghubungi empat orang korban,” ujar Roberto.
Berdasarkan hasil pemeriksaan psikolog, ditemukan fakta bahwa FAS melakukan aksinya secara sadar dan mengerti apa yang dilakukannya adalah tindak kejahatan. Selain itu, aksi itu dilakukannya untuk memenuhi hasrat seksual yang distimulasi terus-menerus akibat menonton film porno, sehingga FAS mengalami kepuasan ketika melakukan perbuatan tersebut.
Tersangka, kata Roberti, juga memiliki potensi mengulangi kejahatannya. “Kenapa dia memilih anak-anak? Karena dia merasa yakin dengan anak-anak tujuannya bisa tercapai,” tuturnya.
Dari barang bukti telepon genggam yang disita dari FAS, lanjut Roberto, polisi menemukan 10 grup WhatsApp yang anggotanya mencapai 250 orang dengan aktivitas meliputi berbagi foto, video, hingga nomor telepon target yang semuanya rata-rata berusia anak-anak.
Ditemukan pula satu akun grup Facebook dengan 91.000 anggota dan dari akun tersebut polisi mengumpulkan 3.800 gambar dan video porno.
“Dari satu pelaku kami bisa mengembangkan. Saat ini target kami mungkin sekitar 10 pelaku yang sedang kami kejar, ada di wilayah Kalimantan, Jawa, sampai daerah Sumatera,” ungkap Roberto.
Atas perbuatannya, FAS disangkakan melanggar Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Jo 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Selain itu, FAS juga dijerat Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda maksimal Rp 6 miliar. (BD)