RADAR TANGSEL RATAS – Juru Bicara (Jubir) PKS, Muhammad Iqbal, merespons Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, Hedy Rahadian, yang menyebut Anies Baswedan salah menginterpretasi data Badan Pusat Statistik (BPS) saat membandingkan pembangunan jalan di era Presiden Jokowi dengan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Iqbal menyebut pembangunan jalan di era Jokowi lebih difokuskan pada jalan tol yang dikenakan pajak.
“Singkatan jalan tol (tax on location) artinya jalan yang dikenakan pajak, sehingga bukan sesuatu yang terlalu pas untuk dibanggakan karena rakyat harus membayar,” kata Iqbal, dikutip dari Detik.com (24/5/2023).
Iqbal menyebut komersialisasi jalan tak langsung berdampak kepada rakyat kecuali di momen tertentu seperti mudik. Ia mencontohkan beberapa jalan di daerah yang rusak lantaran pemerintah lebih fokus ke pembangunan jalan tol.
“Komersialisasi tidak berdampak langsung kepada rakyat, kecuali saat tertentu misalnya ketika mudik. Jalan adalah kebutuhan utama rakyat, apalagi rakyat juga membayar pajak,” tutur Iqbal.
“Fenomena jalan rusak di Lampung, Jambi, dan daerah lainnya menunjukkan bahwa rakyat menderita akibat pemerintah fokus ke jalan komersial berbanding jalan nasional,” iqbal menambahkan.
Menurut Iqbal, permasalahan utama bukanlah kesalahan interpretasi Anies Baswedan terhadap data BPS. Hanya saja, lanjut dia, antara SBY dan Jokowi memiliki prioritas yang berbeda dalam pembangunan jalan.
“Memang prioritas pembangunan jalan Jokowi adalah jalan berbayar, sedangkan SBY jalan umum. Sehingga dari sini bisa kita nilai ada kecenderungan komersialisasi pelayanan dasar infrastruktur jalan,” tutur Iqbal.
Hal yang hampir sama disampaikan oleh Wasekjen Partai Demokrat Irwan Fecho. Menurut Irwan, justru adalah hal yang keliru jika mengatakan bahwa Anies salah mengutip data BPS.
Menurut Irwan, Kementerian PUPR justru mengaburkan masalah dengan memfokuskan diskusi pada pembangunan jalan baru. Padahal, menurutnya, mengubah status jalan provinsi atau kabupaten menjadi jalan nasional merupakan komitmen pemerintah menghadirkan jalan gratis untuk rakyat, hal ini yang dianggapnya dilakukan oleh SBY.
Irwan menyinggung pemerintah pusat yang tak pernah membangun jalan baru untuk jalan nasional di Kalimantan Timur sejak Indonesia merdeka. Menurutnya, jalan yang statusnya ditangani pusat akan langsung ditindaklanjuti dengan APBN.
“Jadi sudah benar kalau mau melihat komitmen presiden per periode jabatan maka lihat penambahan panjang jalan nasionalnya (bisa bangun baru, bisa rubah status). Itulah keberpihakan presiden untuk menyiapkan jalan gratis untuk rakyat dengan kualitas baik,” kata Irwan.
Sebelumnya, Anies Baswedan mengkritik pembangunan infrastruktur jalan di era kepemimpinan Jokowi masih kalah dengan era Presiden RI ke-6 SBY.
Atas kritikan tersebut, Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengatakan Anies salah menginterpretasi data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Data BPS itu bercerita soal penambahan status, bukan pembangunan jalan. Jadi status kewenangan jalan nasionalnya bertambah, sekian belas ribu kilometer itu,” kata Hedy kepada wartawan di Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (24/5/2023).
“Itu adalah perubahan status, dari jalan provinsi jadi jalan nasional. Bukan pembangunan jalan baru yang disebut bahwa pembangunan jalan zaman SBY lebih panjang dari zaman Jokowi. Itu bukan itu maksud data BPS. Jadi salah interpretasi data BPS,” lanjutnya.
Hedy mengatakan penambahan jalan nasional dapat dilatarbelakangi oleh perubahan jalan provinsi menjadi jalan nasional. Untuk itu, menurut Hedy, Anies salah jika menginterpretasikan data itu sebagai hasil pembangunan jalan baru.
“Saya punya jalan provinsi nih, jalannya sudah ada, bukan dibangun. Nah tahun 2000 sekian nanti ada SK (surat keputusan) baru, ini jalannya dari jalan provinsi jadi jalan nasional,” papar Hedy.
Hedy menyampaikan, penambahan jalan nasional di era SBY tak seluruhnya berasal dari hasil pembangunan jalan baru. Hal serupa terjadi di era kepemimpinan Jokowi.
“Jadi ini waktu zaman SBY kan nambah tuh jalan nasional, itu bukan hasil pembangunan kebanyakan, ada sih hasil pembangunan tapi sedikit. Zaman Jokowi juga sama, ada perubahan walaupun sedikit, tapi itu tidak ada hubungannya dengan hasil pembangunan,” kata Hedy. (BD)