RADAR TANGSEL RATAS – Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkap bahwa produksi hasil pertanian akan turun akibat dampak dari cuaca panas ekstrem atau El Nino. Meski demikian, ia berharap penurunan produksi itu tidak besar.
Peristiwa terjadinya El Nino pada tahun 2015 dijadikan acuan oleh Syahrul. Menurutnya, saat itu pemerintah memprediksi produksi berkurang -4%, tapi ternyata hanya -2%.
“Ya pasti turunlah, tetapi selama ini El Nino yang paling keras itu tahun 2015, dan ternyata tidak sampai menyampai kurang lebih -4%, ternyata -2% mudah-mudahan bisa seperti itu,” ungkapnya kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023).
Ada tiga langkah yang akan dilakukan Kementan untuk mengantisipasi penurunan produksi hasil pertanian itu. Pertama, membuat mapping untuk melihat daerah mana yang sangat kering, cukup kering atau masih hijau. Dengan demikian, Kementan akan bisa memilih dan bisa mempercepat tanam di daerah yang masih hijau.
“Kalau pertanian ini kan terkait dengan air kan, El Nino ini terkiat kekeringan. Na itu setelah mapping ke daerah ini kita kejar sekarang walaupun El Nino dianggap Juni, ternyata masih ada yang hujan makanya kita kejar hujan. Jadi percepatan tanam menjadi salah satu pilihan,” papar Syahrul.
Antisipasi berikutnya, kata Syahrul, membuat varietas-varietas yang tahan kekeringan. Hal ini juga dilakukan untuk mempertahankan produktivitas sejumlah komoditas.
“Ini penting sekali, sehingga tidak menggunakan air yang banyak tetapi produktivitasnya bisa kita pertahankan lebih baik. Kemudian komoditi yang tentu saja berkaitan dengan panas, seperti jagung dan lain sebagainya,” tuturnya.
Lalu, terkait target produksi beras sebesar 53 juta ton tahun 2023, Syahrul percaya tidak ada penurunan karena pemerintah akan melakukan berbagai antisipasi. “Kita berharap tidak (turun), kita mengantisipasi penurunan itu,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI, Syahrul mengungkap El Nino berpotensi menyebabkan kekeringan lahan pertanian 560.000-870.000 hektare (ha). Angka itu meningkat ketika cuaca normal sebesar 200.000 hektare yang kekeringan.
“Sebagai informasi, setiap kejadian El Nino ekstrem berpotensi menyebabkan kekeringan 560.000 sampai 870.000 hektare sedangkan pada tahun normal hanya 200.000 hektare,” tuturnya dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta Pusat.
El Nino, kata Syahrul, juga bisa menyebabkan kebakaran lahan pertanian, gagal panen, dan meningkatkan intensitas serangan hama penyakit tanaman. Syahrul mengungkap kekeringan ekstrem akibat El Nino juga berpotensi memicu terjadinya krisis pangan. (ARH)