RATAS – Mantan Bupati Sleman inisial SP ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata tahun 2020.
Penetapan tersangka terhadap Bupati Sleman periode 2010-2015 dan 2016-2021 tersebut disampaikan oleh pihak Kejaksaan setempat pada Selasa (30/9).
Kepala Kejaksaan Negeri Sleman Bambang Yunianto mengatakan, penyidik per hari ini menaikkan status SP dari saksi menjadi tersangka.
“Penetapan tersebut berdasarkan alat bukti yang cukup, yaitu dari keterangan para saksi, ahli, dan surat,” kata Bambang Yunianto.
Bambang menjelaskan, perkara ini menyangkut dana hibah Kementerian Pariwisata senilai Rp 68.518.100.000 yang diterima Kabupaten Sleman dan diberikan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 pada 2020 silam.
Pemberian dana hibah diatur melalui Permenkeu No 46/PMK/07/2020. Hasil penyidikan mengungkap SP selaku bupati Sleman pada waktu itu menyalurkan dana hibah untuk kelompok masyarakat di sektor pariwisata.
Ini bertentangan dengan perjanjian hibah dan keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kepala Badan Parwisata dan Ekonomi Kreatif nomor KM/704/PL/07/02/M-K/2020, tanggal 9 Oktober 2020.
Modus SP saat itu dengan menerbitkan Peraturan Bupati No. 49 tahun 2020 tentang Pedoman Pemberian Hibah Pariwisata tanggal 27 November 2020.
Perbup ini meregulasi alokasi hibah dan membuat penetapan penerima hibah pariwisata, yaitu kelompok masyarakat di sektor pariwisata di luar dari desa wisata dan desa rintisan wisata yang sudah ada.
Menurut Bambang, perbuatan SP mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 10.952.457.030 berdasarkan hasil audit dari BPKP Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam kasus ini, Kejari menyita sejumlah barang bukti seperti dokumen berupa surat hingga perangkat elektronik seperti handphone. Penyidik juga telah memeriksa total hingga 300 orang, termasuk SP sebanyak dua kali.
Kejari belum menahan SP menimbang waktu penetapan tersangka yang baru saja dilaksanakan. Menurut Bambang, pihaknya masih akan melakukan pendalaman ke para pihak terkait lainnya.
Atas perbuatannya, SP disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
“Kami bekerja secara profesional, objektif, dan proporsional dalam menangani setiap kasus yang ada berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkas Bambang.