RATAS – Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (2/10/2025) di Senayan, Jakarta, resmi menyetujui dimulainya pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Mayoritas fraksi menilai revisi ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah nyata untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus memperkuat mekanisme checks and balances di sektor keuangan nasional.
Fraksi PDI Perjuangan menegaskan bahwa perubahan regulasi ini merupakan kewajiban konstitusional DPR. Hal tersebut terutama menyangkut penyesuaian terhadap putusan MK terkait kewenangan penyidikan di sektor jasa keuangan serta mekanisme persetujuan anggaran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Perubahan UU P2SK adalah untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi terkait penyidikan di bidang sektor jasa keuangan dan persetujuan anggaran LPS oleh DPR RI,” ujar Anggota DPR Didik Haryadi dalam pembacaan pandangan fraksi.
Pandangan senada disampaikan Fraksi Partai Golkar. Mereka menilai revisi ini bukan hanya koreksi hukum, tetapi juga fondasi untuk memperkuat sistem keuangan nasional dan memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan.
“Revisi UU P2SK merupakan wujud penghormatan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. Dengan menyelaraskan kembali norma-norma yang dinyatakan inkonstitusional, RUU ini juga menghadirkan kepastian hukum yang sangat dibutuhkan sektor keuangan,” disampaikan Eric Hermawan dalam naskah pandangan fraksi Golkar.
Fraksi PKB turut menekankan peran krusial DPR dalam mengawasi lembaga keuangan negara. Revisi ini dianggap harus menjadi instrumen untuk memperkuat akuntabilitas pengelolaan keuangan publik.
“Persetujuan DPR atas Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) Lembaga Penjamin Simpanan akan semakin memperkuat prinsip checks and balances,” tegas Tommy Kurniawan dalam pandangan fraksinya.
Latar belakang revisi UU PPSK ini merujuk pada dua putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan Nomor 59/PUU-XXI/2023 mengoreksi pengaturan kewenangan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Sementara Putusan Nomor 85/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa rencana kerja dan anggaran LPS tidak cukup disetujui oleh Menteri Keuangan, tetapi harus mendapat persetujuan DPR sebagai bagian dari penguatan fungsi pengawasan.
Seluruh fraksi sepakat menjadikan revisi UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan sebagai RUU usulan DPR untuk dibahas pada tahap selanjutnya.
Pembahasan mendatang diharapkan tetap menjaga keseimbangan antara penegakan putusan MK, penguatan peran pengawasan DPR, dan independensi Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta LPS. (HDS)