DPR Tegaskan Penguatan Teritorial dan Keadilan Sosial Jadi Landasan Utama UU TNI

Kamis, 09 Oktober 2025, Pukul 19:21 WIB

RATAS – Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) disusun dengan mempertimbangkan prinsip negara kesatuan, penguatan teritorial, serta keadilan sosial bagi seluruh prajurit.

Hal itu disampaikan Utut usai memberikan keterangan dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara 68, 82, dan 92/PUU-XXIII/2025 tentang pengujian materiil UU TNI, Kamis (9/10/2025).

Sidang tersebut merupakan kelanjutan dari persidangan sebelumnya pada 24 September yang sempat ditunda karena DPR dan Pemerintah belum dapat menyampaikan keterangannya. Dalam kesempatan kali ini, DPR memberikan penjelasan atas sejumlah pasal yang menjadi pokok gugatan para pemohon.

Untuk Perkara 68/PUU-XXIII/2025, DPR menjelaskan ketentuan mengenai Operasi Militer Selain Perang (OMSP), khususnya terkait perbantuan TNI kepada pemerintah daerah.

“Kalau yang digugat ini kan Pasal 7 OMSP. Itu soal perbantuan di pemerintah daerah, dan sudah kami jelaskan kenapa. Ini bagian dari konsep negara kesatuan dan penguatan teritorial, dan semuanya ada aturannya,” ujar Utut, yang juga merupakan Ketua Panja RUU TNI saat pembahasan undang-undang tersebut.

BACA JUGA :  Bamsoet Ingatkan SOKSI Perkuat Identitas dan Relevansi Organisasi

Ia menambahkan, pelibatan TNI dalam membantu pemerintah daerah hanya dilakukan atas permintaan resmi dari kepala daerah dan aparat keamanan setempat. “Jadi TNI membantu atas permintaan gubernur atau bupati, serta kapolda atau kapolresnya. Jadi soal itu aman,” tegas politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.

Utut juga menyampaikan bahwa dalam Perkara 82/PUU-XXIII/2025, pemohon yang sebelumnya menggugat ketentuan terkait kewenangan TNI dalam penanggulangan serangan siber dan peran kesekretariatan negara telah mencabut gugatannya.

Sementara untuk Perkara 92/PUU-XXIII/2025, yang menyoal ketentuan usia pensiun perwira tinggi TNI, Utut menjelaskan bahwa pengaturan tersebut dibuat dengan mempertimbangkan asas keadilan sosial dan kondisi objektif institusi TNI.

“Yang disoal itu sebenarnya soal usia Panglima TNI, jenderal bintang empat, bisa sampai 63 tahun dan dapat diperpanjang dua tahun. Ini konsep utama kami dulu. Karena di TNI, Tamtama dan Bintara jumlahnya hampir 400 ribu dari total sekitar 485 ribu personel,” jelasnya.

Menurut Utut, pengaturan usia pensiun dilakukan secara bertahap sesuai jenjang kepangkatan. “Tamtama dan Bintara dari 53 jadi 55 tahun, Kolonel sampai 58, Bintang 1 sampai 60, Bintang 2 sampai 61, Bintang 3 sampai 62, dan Bintang 4 sampai 63 tahun,” urainya.

BACA JUGA :  Tak Berperikemanusiaan! Tentara Israel Serbu Salah Satu Rumah Sakit yang Masih Beroperasi di Gaza

Menjawab pertanyaan Hakim Konstitusi Saldi Isra mengenai dasar pengaturan tersebut, Utut menegaskan bahwa kebijakan itu didasarkan pada asas keadilan sosial dan kemampuan anggaran negara.

“Ini profesi pengabdian yang sudah kontrak mati. Kalau umur 53 anaknya belum mentas, itu juga pertimbangan keadilan sosial. Kenapa tidak 58? Karena terlalu banyak, dan menyangkut begroting negara yang belum kuat,” tambahnya.

Utut juga menyampaikan rasa duka atas meninggalnya prajurit TNI saat persiapan HUT TNI. Ia menyebut, peristiwa tersebut menjadi pengingat bahwa profesi militer merupakan bentuk pengabdian tertinggi kepada negara.

“Selain berduka, tentu sudah diurus oleh Panglima dan para Kepala Staf. Dari pelajaran ini kita harus ambil pesan moral, bahwa pekerjaan ini menuntut pengabdian total,” ucapnya.

Menutup keterangannya, Utut berharap para hakim konstitusi menolak seluruh gugatan dalam ketiga perkara tersebut. “Petitumnya kan tiga, dan intinya kami minta ditolak. Karena pertama legal standing-nya tidak kuat, lalu pertanyaan-pertanyaan itu bisa kami patahkan dengan dalil yang kami argumentasikan selama proses pembahasan,” tandasnya. (HDS)

BACA JUGA :  Geledah Ruangan M Taufik di Gedung DPRD DKI, KPK Hanya Temukan Ruangan yang Sudah Lama Kosong?

Latest

Abdullah Desak OJK Cabut Aturan Penggunaan Debt Collector: Banyak Praktik Melanggar Hukum

RATAS - Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut ketentuan dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di...

Kepanikan Massal! Gempa 7,4 SR di Filipina Tewaskan 2 Orang, Tsunami Mengancam Wilayah Pesisir

RATAS – Kabar memilukan datang dari Filipina. Gempa bumi besar berkekuatan 7,4 SR mengguncang kawasan selatan negeri itu, Jumat (10/10) pagi, menewaskan dua orang dan memicu peringatan tsunami...

Usul Bagus dari DPR, OJK Diminta Hapus Aturan Tagih Utang Lewat “Debt Collector”, Anda Setuju?

RATASTV - Ada wacana menarik yang dilontarkan anggota Komisi III DPR RI Abdullah. Ia meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghapus Pasal 44, Ayat (1) dan (2) pada Peraturan OJK, Nomor 22, Tahun 2023...

Komisi III Desak Penegakan Tegas Tambang Ilegal dan Narkotika di Sultra

RATAS - Komisi III DPR RI menyoroti dua persoalan strategis yang masih membayangi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), yakni maraknya praktik tambang ilegal dan penyalahgunaan narkotika. Keduanya...

Telkom Perkuat Pengelolaan Sampah di Desa Cijaura Bandung Lewat Greenhouse dan Fasilitas Organik

RATAS — PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk melalui program GoZero% kembali menunjukkan konsistensi dukungan terhadap pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Dalam rangkaian kegiatan GoZero% Goes to...
3984931246225911134
CMS-Critic-Banner-300x600