RATAS – Kerugian akibat kerusuhan baru-baru ini tidak hanya berhenti pada kerusakan fisik yang diperkirakan mencapai sedikitnya Rp55 miliar. Anggota Komisi XI DPR RI, Amin Ak, mengingatkan bahwa ada dampak ekonomi tersembunyi yang biayanya justru jauh lebih besar, yakni penurunan reputasi Indonesia di mata dunia internasional yang berpotensi melemahkan investasi sekaligus meningkatkan biaya utang negara.
“Inilah kerugian terbesar yang sering tidak terlihat, tetapi nyata dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Terlebih Indonesia sangat membutuhkan investasi dan peningkatan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) untuk mendongkrak kapasitas produksi dan membangkitkan industri nasional,” ujar Amin dalam keterangannya kepada Parlementaria, Kamis (4/9/2025).
Amin menjelaskan bahwa instabilitas sosial maupun politik dapat meningkatkan country risk premium, sehingga investor meminta imbal hasil lebih tinggi saat membeli Surat Utang Negara (SUN). Sebagai ilustrasi, yield SUN tenor 10 tahun berada di kisaran 6,40% pada akhir 2023 ketika situasi stabil. Namun pada periode gejolak politik tahun 2022, angkanya sempat melonjak hingga 7,80%.
“Selisih 1,4% itu memang terlihat kecil, tetapi bila dikalikan dengan portofolio utang pemerintah yang mencapai ribuan triliun rupiah, tambahan biaya bunga yang harus ditanggung APBN akan sangat besar. Pada akhirnya beban tersebut juga jatuh ke masyarakat sebagai pembayar pajak,” jelasnya.
Selain memperbesar biaya utang, instabilitas juga berisiko membuat investor menunda bahkan membatalkan rencana investasi. Laporan World Economic Outlook IMF mencatat bahwa ketidakstabilan politik merupakan salah satu risiko utama bagi pertumbuhan negara berkembang. Hal ini sejalan dengan data BKPM yang menunjukkan perlambatan realisasi investasi, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), setiap kali terjadi gejolak sosial.
“Kepercayaan investor adalah oksigen bagi pertumbuhan ekonomi. Jika oksigen ini berkurang, ekonomi nasional akan kesulitan bernapas,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS itu.
Amin berharap indeks stabilitas politik Indonesia di mata lembaga pemeringkat global tidak mengalami penurunan. Saat ini Indonesia masih berada pada level BBB/stable — status yang menurutnya sangat berharga karena mampu menekan biaya pendanaan negara maupun swasta.
“Jika reputasi ini menurun, maka biaya pendanaan global bagi pemerintah, BUMN, maupun sektor swasta otomatis akan meningkat. Akibatnya, daya saing ekonomi Indonesia akan semakin melemah,” tegasnya.
Untuk mengantisipasi dampak tersebut, Amin mendorong pemerintah mengambil langkah strategis. Pertama, memperkuat komunikasi dengan investor global melalui roadshow dan konferensi pers yang menyampaikan agenda pemulihan dan jaminan stabilitas. Kedua, mempercepat reformasi struktural untuk menciptakan iklim usaha kondusif, kepastian hukum, serta pemerataan pembangunan agar akar ketidakpuasan sosial bisa ditekan. Ketiga, mengoptimalkan instrumen fiskal melalui perluasan perlindungan sosial dan program padat karya guna menyerap tenaga kerja sekaligus meredam gejolak dari bawah. (HDS)