IHSG dan Psikologi Investor: Cara Sederhana Memahami Pasar Modal
RATAS.id – Istilah seperti “IHSG naik seratus poin” atau “IHSG ditutup melemah di level 7.950” sudah sering terdengar di berbagai media. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sesungguhnya merupakan gambaran sederhana tentang kondisi ekonomi sekaligus psikologi para pelaku pasar.
IHSG mencerminkan kinerja seluruh saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jika pasar saham dianalogikan sebagai pasar tradisional, maka IHSG adalah rata-rata harga dari seluruh barang yang diperjualbelikan di dalamnya.
Ketika pembeli membludak dan minat terhadap barang meningkat, harga akan naik. Sebaliknya, saat penjual lebih banyak daripada pembeli, harga cenderung melemah. Logika yang sama berlaku dalam perdagangan saham.
“Ketika banyak investor optimis dan berlomba membeli saham, IHSG akan bergerak naik. Namun saat sentimen negatif mendominasi dan investor memilih menjual, indeks pun terkoreksi,” kata Kepala Kantor Perwakilan BEI Jawa Barat, Achmad Dirgantara.
Menurutnya, pergerakan IHSG tidak hanya dipicu oleh data ekonomi, tetapi juga oleh faktor psikologis. Investor kerap mengambil keputusan berdasarkan rasa takut dan harapan, bukan semata-mata angka.
“Jika muncul berita positif, seperti pertumbuhan ekonomi yang kuat, suku bunga stabil, atau laba perusahaan besar meningkat, rasa percaya diri pelaku pasar ikut terdongkrak. Investor membeli saham dengan keyakinan masa depan ekonomi cerah, dan IHSG ikut menanjak,” ujarnya.
Sebaliknya, kabar negatif seperti inflasi tinggi, gejolak politik, konflik global, atau ancaman resesi dapat menimbulkan kecemasan. Investor menjadi waspada, bahkan panik, lalu menjual saham demi mengamankan dana mereka. Akibatnya, IHSG melemah.
Achmad menjelaskan, cara paling sederhana merespons fluktuasi IHSG adalah mengubah pola pikir dalam berinvestasi. Saat indeks turun, justru muncul peluang membeli saham dengan harga lebih rendah sesuai kebutuhan dan analisis. Saat IHSG naik, nilai investasi ikut berkembang.
“Prinsip ini dikenal sebagai cost averaging dan telah terbukti efektif menghadapi gejolak pasar,” pungkasnya.