RADAR TANGSEL RATAS – Kasus artis Soimah Pancawati didatangi petugas pajak tengah ramai dibahas di jagat maya. Berdasarkan pengakuan Soimah di kanal YouTube, petugas pajak datang membawa ‘debt collector’ dan melakukan pengukuran pendoponya yang belum jadi.
Dikutip dari cnbcindonesia.com (8/4/2023), perlakuan tidak mengenakkan dari petugas pajak itu dikatakan terjadi pada tahun 2015 lalu. Saat itu Soimah membeli rumah. Petugas pajak itu datang ke rumah Soimah tanpa permisi.
Ia mengatakan waktu pengukuran pun cukup lama, yakni pukul 10 pagi hingga pukul 5 sore. Berdasarkan penilaian petugas pajak saat itu, pendoponya ditaksir dengan nilai wajar Rp 50 miliar.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo menjabarkan alasan pengukuran pendopo yang dibangun Soimah.
Menurut dia, itu adalah kegiatan normal yang didasarkan pada surat tugas dan jelas. Membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 meter persegi terutang PPN 2% dari total pengeluaran. Lagipula, nilai wajar yang ditetapkan pada akhirnya bukan Rp 50 miliar.
“Undang-undang mengatur ini justru untuk memenuhi rasa keadilan dengan konstruksi yang terutang PPN. Petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena. Maka kerjanya pun detail dan lama, tak asal-asalan,” tutur Yustinus, dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (8/4/2023).
“Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp 4,7 M, bukan Rp 50 M seperti diklaim Soimah. Dalam laporannya sendiri Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp 5 M,” kata Yustinus lagi.
Dari fakta yang didapatkan Yustinus itu, bahkan rekomendasi pajak tersebut belum dilakukan tindak lanjut oleh petugas pajak. Artinya Soimah memiliki PPN terutang 2% dari Rp 4,7 miliar, yang sama sekali belum dibayar dan ditagihkan oleh KPP. “Memang belum ada tagihan kok. Jadi beliau juga belum tahu,” tuturnya.
Untuk memberikan solusi bagi kedua belah pihak, Yustinus pun menghubungi budayawan Butet Kertaradjasa sebagai penengah. “Saya sudah menghubungi Mas Butet yang menyediakan diri menjadi penengah yang baik. Beliau mengajak pihak kantor pelayanan pajak (KPP) dan Soimah duduk bareng, ngobrol hati ke hati,” tulis Yustinus dalam tulisannya.
Ia menilai, tak perlu masing-masing merasa paling benar. “Tapi ngobrol enak, sambil gojekan, mengenang interaksi masa lalu sambil mengungkapkan harapan buat ke depan. Sambung rasa yang lebih manusiawi seperti kata Soimah,” ujar dia.
Yustinus sebelumnya pun menyampaikan terkait kejadian yang tidak mengenakkan yang dialami Soimah saat membeli rumah pada 2015. Petugas pajak disebut datang ke rumah Soimah tanpa permisi.
Yustinus menduga orang yang berinteraksi adalah petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemerintah daerah (Pemda) yang berurusan dengan balik nama dan pajak-pajak terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan domain Pemda.
“KPP biasanya hanya memvalidasi. Jika pun ada kegiatan lapangan, itu adalah kegiatan rutin untuk memastikan nilai yang dipakai telah sesuai dengan ketentuan, yaitu harga pasar yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya,” ujar dia. (BD)