RADAR TANGSEL RATAS – Pemilihan umum (pemilu) dengan sistem proporsional tertutup masih saja santer diperbincangkan menjelang pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang. PDI Perjuangan adalah salah satu partai yang kukuh mendorong pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional tertutup.
Dalam sidang lanjutan Uji Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem proporsional terbuka dengan agenda mendegar keterangan ahli dari pihak terkait Partai Garuda dan Partai Nasdem, I Gusti Putu Artha tampil memberikan pendapatnya tentang pemilu sistem proporsional tertutup.
Ahli yang dihadirkan oleh Partai NasDem itu memaparkan dampak buruk dalam sistem proporsional tertutup terhadap alokasi anggaran yang menjadi kewenangan anggota legislatif.
“Politik anggaran DPR di semua tingkatan yang dipilih secara tertutup, cenderung kurang mencerminkan kebutuhan nyata konstituen pemilihnya,” kata Putu Artha di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/5/2023).
Menurut dia, para anggota legislatif yang dipilih melalui proporsional tertutup tidak memiliki kepentingan secara personal untuk mengalokasikan anggaran kepada penyelesaian persoalan-persoalan rakyat di daerah pemilihannya (dapil). Sebab, kata Putu, partai politik yang lebih memiliki kepentingan langsung terhadap rakyat.
“Sebaliknya, kalau proporsional terbuka, maka sejak rancangan penyusunan anggaran dibuat, maka pasti akan bersentuhan dengan konstituen dan seluruh anggaran akan dialokasikan ke daerah pemilihannya,” tutur Putu.
Putu Artha pun mengaku heran atas sikap PDIP yang dinilai terlalu bernafsu mendorong perubahan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup. “Saya juga heran kenapa PDIP menolak sistem proporsional terbuka,” ungkap Putu.
Lebih lanjut, Putu menegaskan bahwa proporsional tertutup akan merugikan bakal calon legislatif (bacaleg) yang ingin maju tanpa politik uang, tapi memiliki massa pemilih yang banyak.
“Bahkan, kalau kemudian PDIP yang selama ini sangat ngotot soal sistem proporsional terbuka, saya bisa memberi gambaran,” tandas Putu.
Dia memberikan contoh anggota DPR RI dari PDIP di daerah pemilihan provinsi Bali yang berjumlah enam orang. Dia menyebut keenam orang tersebut secara finansial bukan orang yang bisa melakukan politik uang.
Mereka umumnya berlatar belakang aktivis perubahan yang memiliki banyak basis pemilih karena rekam jejak dan pelayanannya kepada masyarakat.
“Ini proses kepemimpinan politik yang sebetulnya, menurut hemat saya, sistem proporsional terbuka ini sangat dinikmati oleh PDIP karena dia punya basis massa yang sangat kuat di bawah dan branding partai yang sangat kuat,” tutur Ketua Komisi Saksi Nasional DPP NasDem itu.
Sebelumnya, enam orang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu pada November 2022 lalu.
Salah satu pemohon judicial review tersebut ialah Demas Brian Wicaksono yang diketahui sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pemohon lainnya ialah Yuwono Pintadi, Farurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Untuk itu, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang uji materiil dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. (BD)