RATAS — Center for Budget Analysis (CBA) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menyelidiki dugaan korupsi di balik kasus kredit macet senilai total Rp28,8 triliun di Bank Mandiri. CBA menilai angka tersebut sangat besar dan berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi keuangan negara.
Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, mengungkapkan bahwa kredit macet tersebut terdiri atas Rp17,8 triliun pada 2023 dan Rp11 triliun pada 2024. Meski telah dihapusbukukan dalam laporan keuangan, menurutnya hal itu tidak menghapus kemungkinan adanya unsur pidana.
“Ini bukan sekadar pencatatan akuntansi. Potensi adanya unsur korupsi sangat terbuka lebar dan patut diselidiki,” tegas Uchok dalam keterangan tertulis di Jakarta.
CBA juga mendorong Kejagung bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menelusuri kemungkinan penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit. Ia menyinggung preseden tahun 2005, ketika BPK berhasil mengungkap dugaan penyimpangan serupa di Bank Mandiri dengan potensi kerugian negara sebesar Rp1 triliun.
“Dulu yang Rp1 triliun saja bisa diusut, masa sekarang yang Rp28,8 triliun dibiarkan begitu saja? Kejagung jangan tutup mata,” ujar Uchok.
Ia turut menyindir Kejagung yang dinilai lamban, jika dibandingkan dengan langkah cepat Polda Sulawesi Selatan. Pada 2024, Polda Sulsel mengungkap dugaan korupsi kredit fiktif di Bank Mandiri Cabang Makassar dengan kerugian negara mencapai Rp55 miliar.
“Modusnya beragam: data debitur fiktif, manipulasi gaji, dan proses tanpa analisis kredit yang memadai. Ini membuktikan sistem bisa dibobol dari dalam,” ujarnya.
CBA menegaskan pentingnya langkah cepat Kejagung untuk menjaga kredibilitas sektor perbankan serta mencegah praktik serupa di masa depan.
“Jika Kejagung tetap diam, publik akan menilai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini menyangkut uang negara dan kepentingan rakyat,” tutup Uchok. (HDS)