Kasus Oplos Pertamax Belum Juga Selesai, Kini Muncul Dugaan Monopoli Penjualan BrightGas oleh Pertamina Patra Niaga

Rabu, 12 Maret 2025, Pukul 16:34 WIB

RATAS – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi memulai penyelidikan awal terkait dugaan praktik monopoli dalam penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Non Subsidi di pasar midstream oleh PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN). Anak usaha Pertamina ini diselidiki karena diduga melakukan praktik monopoli dalam bisnis penjualan BrightGas.

“Penyelidikan awal ini ditetapkan dalam Rapat Komisi pada 5 Maret 2025 di Kantor KPPU Jakarta. Investigasi ini berfokus pada pencarian alat bukti terkait dugaan pelanggaran Pasal 17 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999,” ujar Deswin Nur, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, dalam keterangan tertulis, Minggu (9/3/2025).

Dugaan Praktik Monopoli dan Dampaknya

Sejak tahun lalu, KPPU telah melakukan kajian terhadap penjualan LPG Non Subsidi di Indonesia. Dalam kajian tersebut, KPPU menduga terdapat pelaku usaha yang memonopoli pasar midstream LPG Non Subsidi (gas LPG bulk non-PSO yang dikemas ulang) dengan menjual harga tinggi dan memperoleh keuntungan berlebih (super normal profit).

“Harga LPG Non Subsidi yang tinggi ini diduga menyebabkan banyak konsumen beralih menggunakan LPG Subsidi (kemasan 3 kg),” kata Deswin Nur. KPPU juga meneliti struktur pembentukan harga LPG dari hulu hingga hilir. Saat ini, PT PPN menguasai lebih dari 80 persen pasokan LPG dalam negeri, baik dari produksi lokal maupun impor.

BACA JUGA :  Untuk Pilpres 2024, Pengamat Politik Sebut Dukungan Jokowi Lebih Mengarah Kepada Prabowo

Harga BrightGas Dinilai Terlalu Mahal

Di pasar non-subsidi, PT PPN menjual LPG dengan merek dagang BrightGas. Perusahaan ini juga menjual LPG dalam bentuk bulk kepada perusahaan lain seperti BlueGas dan PrimeGas, yang kemudian mengemas ulang untuk dijual ke konsumen.

KPPU menemukan bahwa keuntungan dari penjualan LPG Non Subsidi mencapai 10 kali lipat dibandingkan dengan penjualan LPG Subsidi, dengan nilai sekitar Rp 1,5 triliun. Praktik ini diduga melibatkan perilaku eksklusif dan eksploitatif dengan menetapkan harga tinggi kepada konsumen downstream, yang juga merupakan pesaing PT PPN di pasar LPG Non Subsidi.

Dampak pada Konsumen dan Anggaran Negara

Dugaan monopoli ini mengakibatkan harga LPG Non Subsidi menjadi sangat tinggi, sehingga konsumen lebih memilih LPG Subsidi. Akibatnya, beban anggaran negara meningkat karena subsidi LPG yang tidak tepat sasaran. Selain itu, peningkatan konsumsi LPG Subsidi juga berdampak pada naiknya volume impor LPG.

“Berdasarkan hasil kajian, KPPU menilai perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan praktik monopoli PT PPN dalam penjualan LPG Non Subsidi di pasar midstream,” pungkas Deswin Nur. (HDS)

BACA JUGA :  Gara-Gara Pernikahan Laki-Laki dengan Kambing, 4 Orang Jadi Tersangka

Latest

Kasus Keracunan MBG Terus Berulang, Komisi IX DPR Desak Pemerintah Gunakan Dapur Sekolah

RATAS - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kembali terjadinya kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kali ini, insiden...

Marak Keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis, DPR Tekankan Peran Ahli Gizi Harus Optimal di SPPG

RATAS- Pemerintah tengah melakukan evaluasi besar-besaran terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul meningkatnya kasus keracunan makanan di berbagai daerah. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI,...

Heboh Panen Padi di Hari Kesaktian Pancasila! Garuda Astacita Nusantara dan Yayasan Bhakti Bela Negara Kompak Kawal Ketahanan Pangan  

RATAS –  Di momentum Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2025, DPP Garuda Astacita Nusantara (GAN) turun langsung ke Desa Pamengkang, Serang, Banten, memenuhi undangan Yayasan Bhakti Bela Negara...

Bamsoet Dorong Percepatan Revisi Undang-Undang KADIN

RATAS – Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan KADIN...

Mengapa Angka Kemiskinan Versi Bank Dunia dan BPS Bisa Berbeda Jauh? Ini Penjelasannya

Mengapa Angka Kemiskinan Versi Bank Dunia dan BPS Bisa Berbeda Jauh? Ini Penjelasannya RATAS.id – Laporan Macro Poverty Outlook Bank Dunia menyebut bahwa pada tahun 2024 sebanyak 60,3 persen...
3984931246225911134
CMS-Critic-Banner-300x600