RATAS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk bersikap transparan dalam mengusut dugaan korupsi proyek digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero). Meski KPK telah menetapkan tiga tersangka dari PT Telkom dan pihak swasta, berbagai pihak menuntut agar KPK juga memeriksa peran Pertamina dalam proyek senilai Rp 3,6 triliun tersebut.
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menegaskan bahwa keterlibatan Pertamina dalam proyek ini tidak bisa diabaikan. “KPK jangan tutup mata, Pertamina juga harus diperiksa. Masa hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, dua dari Telkom dan satu swasta? Jika ada indikasi keterlibatan lebih luas, KPK harus bertindak adil,” ujar Uchok pada Minggu (23/2/2025).
Proyek digitalisasi SPBU ini didasarkan pada Kontrak Nomor SP-12/C00000/2019-SO yang ditandatangani pada 18 April 2019 antara PT Telkom dan PT Pertamina (Persero). Kontrak ini bertujuan untuk memonitor distribusi serta transaksi penjualan BBM di 5.518 SPBU milik Pertamina. Dalam prosesnya, proyek ini mengalami keterlambatan yang signifikan, di mana hingga 21 November 2019, baru 1.415 SPBU (25,64%) yang berhasil diintegrasikan dari target yang telah ditetapkan.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yakni:
Namun, Uchok menyoroti bahwa perjanjian proyek ini ditandatangani oleh Direktur Pemasaran Retail Pertamina, Mas’ud Khamid, serta Direktur Enterprise & Business Service Telkom, Dian Rachmawan. Acara penandatanganan juga disaksikan oleh sejumlah pejabat tinggi, termasuk Menteri BUMN saat itu, Rini M. Soemarno, dan Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati.
“Mereka harus diperiksa semua. Masa hanya bawahannya yang dikorbankan? Jika memang ada kelalaian dalam proyek ini, harus diusut tuntas,” tegas Uchok.
Ia juga membandingkan kasus ini dengan kasus dugaan korupsi LNG Pertamina yang menyeret mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan. “Saat itu, Karen terbukti bersalah karena mengambil keputusan sepihak dalam proyek LNG. Jika ada indikasi kesalahan dalam proyek digitalisasi SPBU, semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab,” tambahnya.
Proyek ini memiliki anggaran sebesar Rp 2,8 triliun untuk pengadaan dan pemasangan sistem, infrastruktur pendukung, serta pusat data, sementara Rp 788,5 miliar dialokasikan untuk biaya dukungan. Namun, keterlambatan dalam implementasi proyek menimbulkan pertanyaan besar. Target awal mencakup digitalisasi 1.000 SPBU pada 2018 dan 4.518 SPBU pada 2019, tetapi realisasinya jauh dari harapan.
KPK telah memanggil sejumlah saksi dari berbagai institusi, termasuk mantan pejabat Pertamina, Telkom, serta pihak terkait lainnya. Beberapa saksi yang telah dipanggil antara lain:
Sejumlah saksi lainnya yang berasal dari lingkungan Pertamina dan Telkom juga turut dipanggil untuk memberikan keterangan terkait proyek ini.
Uchok berharap KPK dapat menegakkan keadilan dengan mengusut kasus ini secara menyeluruh. “Jangan sampai ada tebang pilih. KPK harus membuka semua informasi secara transparan dan menindak siapa pun yang terbukti bersalah,” katanya.
Mengingat proyek ini memiliki nilai strategis dalam pengawasan distribusi BBM nasional, publik berharap KPK dapat menyelesaikan kasus ini dengan transparan dan adil. Semua pihak yang terlibat harus diperiksa agar tidak ada penyalahgunaan wewenang yang dibiarkan begitu saja. (HDS)