RATAS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan penyimpangan dalam pembagian kuota haji tambahan tahun 2024. Menurut KPK, pembagian itu tidak sesuai dengan niat awal Presiden Joko Widodo, yang meminta tambahan kuota kepada Pemerintah Arab Saudi untuk memperpendek masa tunggu jemaah haji reguler yang saat itu mencapai 15 tahun.
“Kalau berdasarkan niat awal dari Presiden datang ke Arab Saudi, tujuannya jelas, yakni memperpendek waktu tunggu para jemaah haji reguler,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/8/2025), dikutip dari Antara.
Asep menjelaskan, tambahan kuota sebesar 20.000 orang seharusnya dibagi sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Aturan itu menetapkan komposisi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
“Artinya, 8 persen dari 20.000 atau sekitar 1.600 kuota untuk haji khusus, dan sisanya 18.400 kuota untuk haji reguler. Harusnya begitu,” jelas Asep.
Namun, Kementerian Agama justru membagi tambahan kuota itu sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. “Yang terjadi tidak sesuai niat awal. Akhirnya dibagi 50:50. Itu sudah jauh menyimpang,” tambahnya.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkap bahwa potensi kerugian negara dari dugaan korupsi kuota haji 2024 ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun, berdasarkan hitung awal internal KPK.
“Meski KPK punya hitungan sendiri, kami tetap berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk perhitungan final,” ujar Budi, Senin (11/8/2025).
Terkait kasus ini, KPK mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, yakni mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, eks Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidzal Aziz, dan pemilik biro perjalanan haji-umrah Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Pencekalan berlaku enam bulan terhitung sejak 11 Agustus 2025.
KPK juga telah menaikkan status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan setelah memeriksa Yaqut pada 7 Agustus 2025. “Kami perlu mengumpulkan lebih banyak bukti untuk menentukan siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka,” kata Asep.
Menanggapi hal itu, juru bicara Yaqut, Anna Hasbie, menegaskan pembagian kuota di era Yaqut telah sesuai aturan. “Pembagian kuota haji itu sudah dilaksanakan menurut undang-undang yang berlaku. Prosesnya pun cukup panjang,” ujar Anna saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/8/2025). (HDS)