RADAR TANGSEL RATAS – Pengacara Hotman Paris Hutapea mengomentari aturan terbaru terkait penerapan hukuman mati yang dimuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru. Ia menilai aturan hukuman mati yang diatur dalam Pasal 100 KUHP itu tidak masuk akal lantaran mengatur soal masa percobaan hukuman penjara 10 tahun bagi para terpidana.
Menurut Hotman, aturan tentang hukuman mati itu bisa menjadi celah permainan bisnis bagi para kepala lapas di berbagai wilayah Indonesia. Pasalnya, dengan surat rekomendasi dari Kalapas, hukuman pidana bagi si terpidana mati dapat dianulir.
“Kalapas yang akan mengeluarkan surat berkelakuan baik bakal menjadi tempat yang sangat basah,” tutur Hotman dalam konferensi pers di Jakarta Utara, Sabtu (10/12). “Siapa yang tidak mau? Berapapun, daripada ditembak hukuman mati,” tambah Hotman, dikutip dari cnnindonesia.com.
Seperti yang sudah diketahui, Pasal 100 KUHP berbunyi, “Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan: a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.” Dalam KUHP itu juga disebutkan bahwa surat kelakuan baik merupakan tanggung jawab kepala lapas penjara.
Hotman yakin, apabila peraturan seperti ini tidak direvisi, nanti akan ada banyak orang yang bakal berebut untuk menjabat sebagai kepala lapas penjara. Ia juga mengaku heran mengapa Pasal 100 di RKUHP terkait hukuman mati mengatur soal masa percobaan. “Jadi ini sangat membahayakan masyarakat,” ujarnya.
Merespons kritik Hotman, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mengatakan pihaknya transparan dan melibatkan banyak pihak terkait hukuman mati ini.
“Pertama, itu kan putusan dari hakim. Kita melaksanakan putusan hakim. Adapun penilaian berkelakuan baik, itu dilakukan dengan sistem namanya sistem penilaian pembinaan narapidana atau SKPN,” kata Koordinator Hubungan Masyarakat dan Protokol Ditjenpas, Rika Aprianti, dikutip dari detikcom (10/12).
Menurut Rika, penilaian ‘berkelakuan baik’ kepada terpidana mati itu dilakukan oleh sejumlah petugas yang melakukan pembinaan di lapas dan juga pihak luar. “Yang melakukan penilaian adalah wali ataupun petugas dan petugas-petugas yang melaksanakan pembinaan, dan yang melakukan pembinaan itu bukan hanya internal lapas tapi juga luar lapas, stakeholder-stakeholder, misalnya kegiatan pembinaan keagamaan,” tuturnya.
“Kita bekerjasama, contohnya dengan kantor keagamaan. Itu penilaian juga berasal dari mereka, jadi kita melibatkan pihak luar juga untuk melakukan penilaian. Jadi tidak ada akal tadi yang disebutkan tidak ya. Semua by sistem, transparan dan akuntabel,” tandas Rika. (BD)