RATAS – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) didesak segera turun tangan menangani kasus dugaan tindak pidana pengrusakan police line (garis polisi) yang dipasang penyidik Polres Sumbawa di lahan sengketa antara Sahrul Bosang dengan Syekh Ali, Direktur PT Jaad Worldwide Investment (JWI), warga negara asal Yaman.
Praktisi hukum, Nurseylla Indra, S.H., menilai langkah Polres Sumbawa yang memasang police line di lahan sengketa berlokasi di Peliuk Buin Dua, Desa Moyo, Kecamatan Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, sudah tepat. Garis polisi dipasang untuk menjaga status quo dan mencegah kerusakan barang bukti.
Sahrul Bosang sebelumnya melaporkan dugaan penyerobotan tanah miliknya ke Polres Sumbawa pada 23 Juli 2022. Polisi bahkan telah berupaya memediasi Sahrul dengan pihak PT JWI. Namun pada 1 Maret 2025, penyidik akhirnya memasang police line di lokasi yang kini berdiri 39 unit perumahan Hayatu Saida Residence.
Sayangnya, garis polisi tersebut diduga dirusak oleh pihak tak dikenal. Menurut Nurseylla, tindakan itu bisa dijerat pasal pidana.
“Pelaku pengrusakan police line dapat dikenakan Pasal 221 KUHP. Merusak police line termasuk menghalangi penyidikan (obstruction of justice) dan merusak barang bukti di TKP. Ancaman hukumannya bisa penjara atau denda,” tegasnya di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
Ia menambahkan, Polda NTB perlu turun tangan karena kasus ini melibatkan warga negara asing. “Kenapa WNA bisa menguasai tanah, meski melalui jual beli? Polisi harus mengusut proses jual beli itu, apalagi tanah tersebut diduga masih ada ahli waris sebagai pemilik sah,” ujarnya.
Sahrul sendiri mengaku telah melaporkan pengrusakan police line tersebut. Ia menyebut PT JWI menghadapi dua kasus, yaitu dugaan pembongkaran police line dan pembelian lahan dari Sulaiman tanpa sepengetahuannya.
“Lokasi SB5-2 sudah saya titipkan ke Kades Moyo sejak 2016. Jadi penerbitan SHM No.1881 Tahun 2020 oleh Sulaiman dan penjualannya ke PT JWI tak bisa dilepaskan dari akta sporadik yang ditandatangani Kades,” ungkapnya.
Sengketa tanah ini juga sempat dibawa ke Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPRD Sumbawa pada 18 Mei 2025. Hasilnya, polisi menolak permintaan PT JWI untuk membuka police line sebelum ada kesepakatan baru antara kedua pihak, atau kehadiran Syekh Ali untuk mempertanggungjawabkan pertemuan di Bogor pada 10 Maret 2022 yang mengakui tanah tersebut milik Sahrul.
Penyidikan kasus ini pun berlanjut hingga Agustus–September 2025. Dari keterangan sejumlah pihak, termasuk Haji Adil, muncul informasi baru terkait transaksi jual beli lahan SB5-1 dan SB5-2 yang semakin memperkuat klaim Sahrul sebagai pemilik sah. (HDS)