RATAS – Kejaksaan Agung tengah memproses permohonan penerbitan Red Notice terhadap dua tersangka kasus dugaan korupsi, Muhammad Riza Chalid dan Jurist Tan. “Kami sedang lengkapi data dan mekanisme pemanggilan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, di Jakarta, Senin, 4 Agustus 2025.
Taipan minyak Muhammad Riza Chalid (MRC) menjadi tersangka dalam kasus tata kelola minyak mentah di anak usaha Pertamina. Sementara itu, Jurist Tan (JT) terlibat dalam kasus pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Pengajuan Red Notice dilakukan Kejaksaan Agung melalui koordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri. Setelah berkas dinyatakan lengkap, permohonan akan diteruskan ke Interpol pusat di Lyon, Prancis. “Jika disetujui, Red Notice diumumkan secara internasional, dan seluruh otoritas imigrasi negara-negara anggota Interpol akan mencatat status buron yang bersangkutan,” kata Anang.
Jurist Tan merupakan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim periode 2020–2024. Ia ditetapkan sebagai tersangka atas perannya dalam program digitalisasi pendidikan 2019–2022.
Adapun Riza Chalid, sebagai beneficial owner PT Orbit Terminal Merak, merupakan salah satu dari delapan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.
Keduanya diduga berada di luar negeri. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyebut Jurist Tan berada di Australia bersama keluarga, sedangkan Riza Chalid diduga menetap di Malaysia dan menikah dengan kerabat bangsawan setempat.
Divisi Hubungan Internasional Polri menyatakan telah menerima permohonan Red Notice dari Kejaksaan. “Sudah lengkap,” kata Brigadir Jenderal Untung Widyatmoko, Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Polri.
Berdasarkan data keimigrasian, Riza Chalid tercatat keluar dari Indonesia pada 6 Februari 2025 melalui Bandara Soekarno-Hatta menuju Malaysia dan belum kembali. Jurist Tan meninggalkan Indonesia pada 13 Mei 2025 ke Singapura melalui bandara yang sama.
Red Notice adalah permintaan kepada aparat penegak hukum di seluruh dunia untuk menemukan dan menahan sementara seseorang yang menjadi buron internasional, sambil menunggu proses ekstradisi, penyerahan diri, atau tindakan hukum lainnya.
Menurut situs resmi Interpol, Red Notice diterbitkan atas dasar surat perintah penangkapan dari otoritas kehakiman negara pemohon. Informasi yang dimuat meliputi identitas tersangka (nama, tanggal lahir, kewarganegaraan, ciri fisik, foto, dan sidik jari) serta rincian tindak pidana yang dituduhkan—umumnya kejahatan berat seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan anak, atau perampokan bersenjata.
Meskipun berstatus peringatan internasional, Red Notice bukan surat perintah penangkapan yang bersifat mengikat secara hukum. Penegak hukum di masing-masing negara anggota memiliki kewenangan sendiri dalam menindaklanjutinya.
“Red Notice adalah peringatan internasional terhadap orang yang dicari, namun bukan merupakan surat perintah penangkapan,” demikian pernyataan Interpol. (HDS)