RATAS – Eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Nadiem tidak terima ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Agung atas kasus dugaan korupsi pengadaan laptop dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022.
“Hari ini daftar permohonan praperadilan atas nama Pak Nadiem Makarim. Objek yang digugat itu ada di penetapan tersangka dan penahanan,” kata kuasa hukum Nadiem, Hana Pertiwi, Selasa (23/9).
Hana menilai penetapan Nadiem sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung tidak sah lantaran tidak adanya bukti permulaan yang cukup, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang.
“Instansi yang berwenang (mengaudit) itu kan BPK atau BPKP, dan penahanannya juga otomatis, kalau penetapan tersangka tidak sah, penahanannya juga tidak sah,” katanya.
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna mengaku bahwa pihaknya belum menerima permohonan gugatan praperadilan Nadiem Makarim.
Menurut Anang, gugatan praperadilan merupakan satu hak bagi tersangka dan penasihat hukumnya.
“Dan ini juga diatur di dalam ketentuan, baik itu KUHAP maupun putusan MK tahun 2014,” tutur Anang di Kejagung, Selasa (23/9).
Anang mengaku bahwa Kejagung sudah siap melawan gugatan praperadilan yang dilayangkan tersangka Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Kalau praperadilan itu konsepnya hanya sah atau tidaknya penyitaan, penangkapan, penggeledahan dan diperluas penetapan tersangka, itu saja,” kata Anang.
Diketahui, Kejagung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019-2022 pada 5 September 2025.
Selain Nadiem, Kejagung sudah lebih dulu menetapkan empat orang tersangka di antaranya, Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021 Mulyatsyah, dan Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021 Sri Wahyuningsih.
Kemudian, mantan stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan. Selanjutnya Mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.
Atas perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun yang terdiri dari kerugian akibat Item Software (CDM) sebesar Rp 480 miliar dan mark up harga laptop sebesar Rp 1,5 triliun.