RATAS – Rakyat Madagaskar menuntut agar Presiden Andry Rajoelina segera mengundurkan diri.
Tuntutan itu dilayangkan oleh sedikitnya 1.000 orang yang turun ke demonstrasi di Antananarivo, ibu kota Madagaskar, pada Kamis (9/10).
Aksi tersebut menjadi gelombang protes terbesar di Madagaskar beberapa tahun terakhir, dipicu keresahan atas pemadaman air dan listrik yang berkepanjangan.
Namun, demonstrasi itu dengan cepat berubah menjadi tuntutan politik terhadap pemerintah, dilansir dari Anadolu.
Massa menilai Rajoelina gagal memperbaiki kondisi ekonomi dan infrastruktur dasar negara.
Polisi dikerahkan dalam jumlah besar untuk mengendalikan kerumunan dan menembakkan gas air mata serta granat kejut ke arah massa.
Mereka bahkan menggunakan peluru karet terhadap para pengunjuk rasa yang menolak mundur.
Demonstrasi ini diorganisir oleh kelompok “Gen Z Madagascar,” yang terdiri dari mahasiswa dan pemuda aktif menyerukan perubahan sosial.
Awalnya, mereka hanya menuntut perbaikan layanan publik seperti air bersih dan listrik.
Namun, ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah membuat tuntutan mereka meluas menjadi desakan agar presiden mundur.
Presiden Rajoelina sebelumnya telah membubarkan pemerintahan dan menunjuk beberapa pejabat baru untuk meredakan ketegangan.
Namun, langkah tersebut gagal menghentikan gelombang protes dan justru memperburuk ketidakstabilan politik.
Dalam pidato di istana negara pada Rabu (8/10), Rajoelina menuduh para pengkritiknya berusaha menghancurkan Madagaskar. Ia juga berjanji akan mengubah nasib bangsa dalam waktu satu tahun.
Banyak pengamat politik menilai janji tersebut tidak realistis. Sementara itu, para demonstran menegaskan mereka akan terus turun ke jalan sampai tuntutan mereka terpenuhi.
Para pengacara yang mewakili para pengunjuk rasa menyatakan bahwa 28 orang telah diserahkan ke kantor kejaksaan. Mereka akan menghadapi dakwaan resmi atas keterlibatan dalam aksi tersebut.
Lembaga hak asasi manusia lokal mengecam tindakan keras aparat yang dinilai berlebihan.
Lembaga tersebut juga menyerukan agar pemerintah menghormati hak warga untuk menyampaikan pendapat.