RATAS – Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi atau akrab disebut awak media Kang Dedi Mulyadi (KDM) “ngamuk-ngamuk”. KDM memarahi petinggi Badan Usaha Milik Daerah BUMD Jabar: PT. Jaswita Lestari.
Apa sebabnya? Ya, wahana wisata di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor milik PT. Jaswita Lestari mendapatkan teguran keras Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Peristiwa itu terjadi baru-baru ini. Dalam inspeksi mendadak tersebut, KDM didampingi Wakil Bupati Bogor H. Ade Jaro.
Dan, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Bogor. KDM menanyakan soal berubahnya fungsi lahan. Sebab, lahan tidak berfungsi lagi akibat bangunan tembok gedung wisata milik PT. Jaswita Lestari.
Sontak, KDM memerintahkan wahana wisata Hibisc Fantasy Puncak Bogor dibongkar. Diketahui taman rekreasi yang dikelola anak perusahaan BUMD, PT. Jasa dan Kepariwisataan atau Jaswita yakni PT Jaswita Lestari Jaya itu telah melanggar aturan alih fungsi lahan.
Hal itu menyebabkan banjir bandang di sejumlah wilayah Jabodetabek pada 2 Maret lalu. Dalam keterangannya, salah satu juru bicara PT. Jaswita Lestari menerangkan, pihaknya semula mendapatkan izin mengelola lahan sekitar 4.800 meter persegi.
Namun, lahan yang dikembangkan mencapai 15.000 meter persegi. Artinya, 11.000 meter persegi telah digunakan tanpa izin.
Hibisc Fantasy Puncak merupakan salah satu obyek wisata yang dimiliki oleh perusahaan BUMD PT. Jaswita. Dan, dikelola oleh anak usahanya PT. Jaswita Jaya Lestari (JLJ) bersama PT. Perkebunan Nusantara VIII (PTPN 8 Perkebunan).
Sebelumnya, banjir bandang di Puncak, Cisarua, Bogor, mengakibatkan beberapa fasilitas umum rusak, tanah longsor, dan korban jiwa. Hujan berkepanjangan sejak Ahad, 2 Maret lalu, merusak tujuh unit jembatan dan menyebabkan seorang warga lokal meninggal dunia akibat hanyut.
Bencana hidrometeorologi itu berdampak terhadap 1.399 jiwa dari 381 keluarga. Selain di Kecamatan Cisarua di Bogor, air merendam Kecamatan Bojonggede, Kecamatan Rumpin dan Kecamatan Parung Panjang.
Para Gubernur Jabar Terdahulu harus Tanggung Jawab
Sementara itu, seorang pensiunan PTPN VIII yang biasa disapa Bang ES, kepada redaksi Kantor Berita Ratas.id akrab mengaku turut prihatin. Karena, menurutnya, kebun teh berubah menjadi bangunan wisata.
Ia menegaskan, yang paling bertanggung-jawab atas keadaan ini adalah para gubernur Jabar masa lalu. “Jawa Barat oleh Allah dianugerahi sebagai sentra produsen teh terbesar di Indonesia. Tapi, Pemprov Jabar gagal memanfaatkannya. Terutama untuk kesejahteraan petani teh.
“Hasil teh perkebunan PTPN Gunung Mas itu beberapa tahun terakhir tidak laku dijual. Lalu dilelang teh ke Jakarta karena sudah tercemar polusi buangan banyaknya kendaraan yang lalu lalang di sekitar Puncak. Pabrik tehnya tutup, lalu diubah jadi kawasan wisata,” urai Bang ES, Selasa, 11 Maret 2025.
“Saya yakin, gubernur Jabar enggak akan mampu membantu kelangsungan hidup karyawan PTPN di Gunung Mas kalau terus bertahan jadi kebun teh,” sambungnya.
“Pak gubernur tidak paham pokok persoalan di sekitar perkebunan teh Puncak itu. Itu berubah jadi kawasan wisata karena usaha teh tidak menguntungkan. Kalau Gubernur Jabar bisa menjadikan masyarakat Jabar sendiri sebagai penggemar atau pecinta teh Jabar umumnya dan teh Gunung Mas khususnya, maka ceritanya akan lain. Khususnya Gunung Mas akan tetap lajut,” kata Bang ES.
“Sebenarnya, menurut saya, kerjasama BUMD dengan PTPN itu sudah bagus banget. Jangan sampai nanti pindah tangan ke swasta. Apalagi, ke kelompok ‘Sembilan Naga’. Kenapa PTPN mengubah Kawasan Gunung Mas jadi wisata karena usaha teh rugi. Sebab salah satunya tidak laku dijual dilelang di Jakarta meski di pasar lokal laku. PTPN itu patokan pasar adalah Jakarta Tea Auction. Hal lain karena ketiadaan dana untuk melanjutkan kebun Gunung Mas. Maka terpaksa jadi kawasan wisata dan produksi buah-buahan dan Itu terjadi saat era Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Konon, kata dia, saat zaman oede baru, Kawasan Gunung Mas itu menjadi tempat favorit turis-turis asing. “Baik pembeli tehnya merupakan turis manca negara maupun keluarga mantan pengusaha teh era Hindia Belanda. Saya berharap, kalau pun nanti ada tulisan berita yg terkait dengan masalah di Gunung Mas Puncak, sebisanya difokuskan dan diarahkan kepada kegagalan Pemprov Jabar turut membantu menjadikan teh sebagai salah satu sumber utama kesejahteraan masyarakat, khususnya petani Jawa Barat.
Persoalan pokok teh Indonesia adalah harga yang rendah akibat kurangnya konsumsi, terutama pasar lokal dan kita sudah tidak bisa lagi terlalu berharap pada pasar internasional, seperti zaman penjajahan dulu,” katanya.
” Lalu siapa yg paling bertanggung jawab meningkatkan konsumsi teh? Ya, Gubernur Jabar. Jangan cuma bisa menngobrak-abrik bangunan wisata, tapi tak mampu meningkatkan konsumsi dan harga teh Indonesia,” imbuhnya.
Di zaman Belanda, usaha teh itu turut membangun Kota Bandung, mendirikan cikal bakal ITB, teropong bintang, dan lain-lain. Di samping sebagai sumber pemasukan penjahan Belanda. Perlu diketahui posisi komoditas Indonesia di dunia sebagai negara produsen agraris antara lain:
1. sawit menjadi dan bertahan di nomor 1,
2. karet bertahan di no. 2,
3. Kopi bertahan di no. 3,
4. kakao bertahan di no. 3,
5. teh turun ke no. 7 dari No. 1.
“Dari sini saja tampak di mana tanggung jawab gubernur Jabar dan bisa menjelaskan mengapa luasan lahan teh menyusut,” tutup Bang ES. (DIAZ)