RADAR TANGSEL RATAS – Pengadilan Militer (Dilmil) II 08 Jakarta telah memecat dua anggota TNI berpangkat Sersan karena terbukti melakukan praktik Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Anggota TNI tersebut yaitu Sersan Satu (Sertu) Eko Hafyd Dinur Kholis dan Sersan Dua (Serda) Mar Wahyu Rahmat Sayudi.
Keputusan pemecatan Sertu Eko dibacakan pada Dilmil bernomor 8-K/PM II-07/AL/I/2022. Sidang perkara ini diketuai oleh Mayor Subiyatno sebagai hakim ketua serta hakim anggota Mayor Ferry Budi Styanti dan Mayor Laut Kh M. Zainal.
“Memidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana pokok, penjara selama 6 (enam) bulan pidana tambahan dipecat dari dinas militer,” tulis amar putusan itu seperti yang dirilis di website mahkamahagung.co.id, Minggu (11/9).
Pada catatan amar putusan, tertulis barang bukti berupa dua lembar Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009 tentang Larangan melakukan hubungan badan sesama jenis (homoseksual/lesbian) di lingkungan TNI.
Kemudian, ada pula dua lembar Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 tentang Penekanan terkait perbuatan LGBT di lingkungan TNI.
Berikutnya, ada satu lembar Surat Telegram Kasal Nomor ST/34/2021 tanggal 14 Januari 2021 tentang penyelesaian prajurit yang melakukan pelanggaran praktik LGBT (homo seksual/lesbian) diajukan ke Dilmil dan rekomendasi pidana tambahan pemecatan dari dinas keprajuritan.
Selanjutnya, hakim membebankan biaya perkara kepada terdakwa sejumlah Rp 15.000 (lima belas ribu rupiah) dan memerintahkan agar terdakwa ditahan.
Selain itu, berdasarkan putusan Dilmil II 08 Jakarta Nomor 16-K/PM II-08/AL/I/2022, Serda Mar Wahyu dinyatakan dipecat dari dinas militer. Dia dianggap telah melanggar kesusilaan karena LGBT. Sidang perkara itu diketuai Letkol Rizki Gunturinda sebagai hakim ketua, serta hakim anggota Kapten Nurdin Rukka, dan Mayor Sunti Sundari.
“Memidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana pokok penjara selama 6 (enam) bulan. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AL,” isi amar putusan tersebut.
Dalam catatan amar putusan juga tertulis bahwa barang bukti berupa barang-barang berupa satu unit handphone merek Vivo warna biru dikembalikan kepada terdakwa.
Kemudian, surat-surat berupa satu lembar foto barang bukti, dua lembar ST Panglima TNI Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 tentang pelanggaran susila dengan jenis kelamin yang sama (homoseksual/lesbian).
Berikutnya, dua lembar ST Kasal Nomor ST/34/2021 tanggal 14 Januari 2021 tentang penyelesaian Prajurit yang melakukan pelanggaran praktek LGBT (homoseksual/lesbian) diajukan ke Dilmil dan rekomendasi pidana tambahan pemecatan dari dinas Keprajuritan.
Selanjutnya, hakim juga membebankan biaya perkara kepada terdakwa sejumlah Rp 10.000 dan memerintahkan agar terdakwa ditahan.
Surat Telegam (ST) yang dimksud dalam perkara ini adalah norma, dan bagi anggota TNI ST adalah norma hukum sekalipun dalam tingkat peraturan yang paling bawah. Hal tersebut harus diikuti dan ditaati oleh seluruh prajurit TNI.
Menurut majelis, surat telegram tersebut mengandung perintah bagi semua prajurit, dan perintah itupun sudah berulang kali disampaikan saat sosialisasi tentang larangan bagi prajurit TNI melakukan perbuatan asusila dengan jenis kelamin yang sama (homoseksual/lesbian).
“Selain itu, perintah dalam Surat Telegram tersebut memuat kehendak (perintah) yang berhubungan dengan kepentingan dinas militer yang dikeluarkan oleh Pimpinan TNI,” tutur Mayor Laut Kh M. Zainal selaku anggota majelis hakim. (BD)