Kades Minta Jabatan 9 Tahun, Pengamat: Kepentingan Politiknya Lebih Kental Ketimbang Untuk Kepentingan Masyarakat

0
60
Berbagai kalangan melihat wacana masa jabatan kades diperpanjang jadi 9 tahun terlalu lama dan berpotensi membuka celah penyelewengan yang tersistematis. Bahkan tuntutan itu juga justru terkesan memuat kepentingan politik ketimbang kepentingan masyarakat luas. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Publik tentunya masih ingat bahwa pada akhir Maret 2022 lalu, Istora Gelora Bung Karno dipenuhi ribuan kepala desa dalam acara silaturahmi nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI). Dalam acara tersebut mereka terang-terangan mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiga periode.

Saat itu, Ketua APDESI Surtawijaya beralasan, mendukung Jokowi tiga periode karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah banyak mengabulkan permintaan para kepala desa.

“Apa yang kita inginkan, beliau (Jokowi) kabulkan. Sekarang kita punya timbal balik, beliau peduli sama kita. Teman-teman sepakat tadi, tiga periode, lanjutkan,” ujar Surtawijaya kala itu.

Dikutip dari Suara.com (29/1/2023), pendeklarasian Jokowi 3 periode oleh para aparat desa itu mengundang hujan kritik karena mereka dilarang terlibat dalam politik praktis. Kritik tersebut juga disampaikan oleh sejumlah anggota Komisi II DPR dalam rapat dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Tapi kala itu, Tito menilai ketentuan dalam Pasal 29 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tak mengatur dengan tegas larangan kepala desa berpolitik. Katanya, UU itu hanya melarang kepala desa menjadi pengurus partai dan ikut mendukung salah satu pasangan calon saat masa kampanye.

BACA JUGA :  Sandiaga Sebut PPP Bakal Merapat ke Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nusron Wahid Mengaku Sangat Senang

Menurut Tito, UU itu tak mengatur misalnya, jika kepala desa terlibat mendukung tokoh politik di luar masa kampanye. Karena itu, kata Tito, pihaknya tak berwenang menjatuhkan sanksi kepada aparat desa yang mendukung Jokowi tiga periode.

Dan kali ini muncul lagi kepala desa yang tergabung dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau PAPDESI ramai-ramai unjuk rasa di gedung DPR RI pada Rabu (25/1/2023).

Ribuan Kades itu menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa dari yang saat ini 6 tahun menjadi 9 tahun lewat revisi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Uniknya, aksi para kades yang meminta jabatannya diperpanjang jadi 9 tahun itu langsung disambut dukungan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Menteri PDTT) Abdul Halim Iskandar.

Dukungan juga muncul dari politikus PDIP Budiman Sudjatmiko, bahkan di hari yang sama ia datang ke Istana untuk bertemu Presiden Jokowi. Ia mengklaim, Jokowi telah setuju atas usulan para kades tersebut.

Alasan yang dikatakan Menteri PDTT maupun Budiman mendukung tuntutan para kades itu nyaris sama. Alasan mereka, masa jabatan kades 6 tahun saat ini tidak cukup untuk melaksanakan program-program desa dan mengatasi konflik sosial akibat Pilkades.

BACA JUGA :  Sandiaga Bakal Temui Prabowo, Dasco: Silakan Saja, tapi Pencapresan Sudah Final

Tuntutan para kades tersebut banyak disorot sejumlah kalangan. Sebagian besar mengkritisi, salah satunya dari pengamat politik Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ridho Al-hamdi.

Ia pun meminta agar APDESI berhenti menyuarakan tuntutan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun dan diperpanjang hingga 3 periode.

Ridho mengatakan, perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun terlalu lama dan berpotensi membuka celah kejahatan dan penyelewengan yang tersistematis. Selain itu, tuntutan itu juga justru terkesan memuat kepentingan politik ketimbang kepentingan masyarakat luas.

Ridho berkeyakinan, kalau usulan tersebut disetujui, maka hal itu akan menjadi alat kekuasaan untuk mengamankan Pemilu 2024.

“Kedua, oh ternyata pilkades berhasil jadi 9 tahun, nah ini bagi orang-orang yang punya kepentingan juga motif politiknya, kenapa tidak untuk presiden? Untuk tidak menjadi perpanjangan periodisasi,” tutur Ridho, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Jumat (27/1/2023).

Ridho pun mendorong DPR lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas ketimbang politik praktis. Caranya yakni dengan menolak usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa yang bisa mencapai 27 tahun.

BACA JUGA :  Temui Eksil Korban Peristiwa 1965 di KBRI Den Haag, Menkumham Berikan Multiple Entry Visa

Ridho menegaskan tidak perlu ada perubahan masa jabatan kepala desa dalam Undang-Undang Desa karena tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. (BD)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini