RADAR TANGSEL RATAS – Gempa bumi hebat yang mengguncang Turki pada Senin pagi waktu setempat (6/2/2023) dilaporkan berpusat di dekat Kota Gaziantep, sekitar Turki tenggara yang berbatasan dengan Suriah.
Hingga Selasa (7/2/2023), gempa tersebut telah menewaskan lebih dari 5.000 orang. Angka itu disebut masih berpotensi naik mengingat banyak korban masih belum ditemukan di tengah reruntuhan bangunan.
Dikutip dari Suara.com (7/2/2023), gempa di Turki pada Senin pagi itu terjadi dua kali. Gempa tersebut diklasifikasikan sebagai gempa yang cukup parah dengan kekuatan 7,8 magnitudo, dan menembus sekitar 100 km atau 62 mil dari garis patahan. Tak mengherankan bila dianggap sebagai gempa yang sangat mematikan di Turki.
Menyadur dari BBC News, Kepala Institut Pengurangan Risiko dan Bencana dari University College London, Profesor Joana Faure Walker, mengatakan bahwa dari sederet gempa bumi paling mematikan di dunia, hanya ada dua gempa dalam 10 tahun terakhir yang memiliki kekuatan setara, dan empat gempa dalam 10 tahun sebelumnya.
Tapi, menurut Joana, gempa yang mematikan bukan hanya dinilai dari getaran yang menyebabkan kehancuran, tapi juga dari pengaruh kekuatan bangunan.
Sementara itu, Dr. Carmen Solana selaku pembaca dalam vulkanologi dan komunikasi risiko dari Universitas Portsmouth menyampaikan bahwa infrastruktur di Turki Selatan yang tidak kokoh secara merata, khususnya di Suriah menjadi salah satu faktornya.
Faktor yang menyebabkan terjadinya gempa bumi adalah kerak bumi yang terdiri dari potongan-potongan yang terpisah. Potongan yang kerap disebut lempeng dan piringan ini saling berdampingan.
Gempa bumi disebabkan oleh strike-slip yang keliru. Contohnya, kedua wilayah memiliki pergerakan ke kanan dan wilayah yang lain ke kiri. Akhirnya, gerakan tersebut pun menyebabkan patahan.
Lempeng-lempeng itu kerap berusaha bergerak, tetapi dicegah dengan gesekan lempeng lainnya. Namun, terkadang tekanan menumpuk hingga akhirnya terjadi gerakan pada permukaan.
Dalam hal ini, lempeng Arab bergerak ke utara dan menggiling lempeng Anatolia. Gesekan lempeng inilah yang menyebabkan gempa bumi di masa lalu.
Pada saat itu, tepatnya 13 Agustus 1822, gempa berkekuatan 7.4 ini lebih sedikit kekuatannya dibanding dengan gempa yang baru saja terjadi, yakni pada Senin yang lalu dengan kekuatan 7,8.
Meski demikian, gempa dengan kekuatan 7.4 itu dulunya menyebabkan sekitar 7.000 kematian yang tercatat di Kota Aleppo. (BD)