Maraknya Kasus Pejabat Pajak Punya Kekayaan Tak Wajar, KMHDI Desak RUU Perampasan Aset Segera Disahkan

0
95
KMHDI menyatakan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana harus segera disahkan. Sebab, beleid tersebut dapat memberi dampak bagi pemulihan aset dan peningkatan penerimaan negara bukan pajak. Langkah itu juga penting guna menyelamatkan dan memulihkan keuangan negara, serta menjadi mitigasi perbuatan korupsi sejak dini. (foto: dok. KMHDI)

RADAR TANGSEL RATAS – Pasca kasus pencucian uang yang melibatkannya Rafael Alun Trisambodo (pejabat eselon III di DJP Kanwil Jakarta Selatan), muncul sejumlah pejabat lain yang dinilai memiliki kekayaan tak wajar seperti Kepala Bea Cukai Yogyakarta dan Kepala Bea Cukai Makassar. Hal itu diketahui saat nilai kekayaan pejabat yang bersangkutan diperiksa.

Fenomena tersebut menjadi preseden buruk dan mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan publik kepada Kementerian Keuangan RI. Ajakan untuk tidak bayar pajak pun menggema di sosial media.

Seperti yang dirilis Suara.com (11/3/2022), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) ikut menyesalkan peristiwa yang terjadi dan tergerak untuk mengambil sikap.

I Putu Yoga Saputra, Ketua Presidium Pimpinan Pusat KMHDI, menyatakan kelakuan oknum-oknum pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan sama saja dengan mengkhianati rakyat yang sudah susah payah membayar pajak.

“Sesungguhnya tidak habis pikir, ketika melihat rakyat susah payah bayar pajak, di sisi lain oknum-oknum pejabatnya justru menghindar untuk bayar pajak, dan menggunakan cara-cara tidak patut guna memperkaya diri sendiri. Tentu ini adalah preseden buruk bagi pemerintah dan harus segera diselesaikan,” ungkap Yoga.

BACA JUGA :  Kunjungi 'Istana Kertanegara', Yenny Wahid Sebut Banyak Kiai NU Bersimpati kepada Prabowo

Untuk menekan kejadian serupa, ia menilai RUU Perampasan Aset Tindak Pidana harus harus segera dilaksanakan. Sebab, menurutnya, beleid (kebijakan) tersebut dapat memberi dampak pada pemulihan aset dan peningkatan penerimaan negara bukan pajak. Langkah itu penting guna menyelamatkan dan memulihkan keuangan negara, serta mitigasi perbuatan korupsi sejak dini.

Yoga pun menegaskan bahwa pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi Undang-Undang menjadi sebuah gebrakan baru yang dapat mencegah tindak korupsi hingga penggelapan pajak yang belakangan ini marak terjadi. Dan kebijakan itu juga menjamin uang ataupun aset yang dikorupsi dapat dikembalikan ke negara.

“Pelaku-pelaku penggelapan pajak, hingga koruptor harus dibuat kapok dan RUU ini adalah salah satu jalan yang tepat karena dapat menghemat dari segi waktu dan biaya sejak proses penyelidikan dan eksekusi barang rampasan aset hasil tindak pidana. Selain itu beleid ini memiliki jangkauan lebih jauh sehingga dapat meningkatkan asset recovery,” tutur Yoga.

Beberapa waktu yang lalu pun, Presiden Jokowi sudah meminta agar RUU Perampasan Aset segera disahkan. Permintaan itu disampaikan untuk merespons anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, dari 38 poin pada 2021 menjadi 34 poin pada tahun 2022 lalu berdasarkan laporan Transparency International Indonesia (TII).

BACA JUGA :  Tragis, Sebuah Truk Tertimpa Kontainer Saat Bongkar Muat, Satu Orang Tewas

Tak hanya RUU Perampasan Aset, bahkan Jokowi juga meminta RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal juga bisa segera dimulai pembahasannya.

Pada 13 Oktober 2022, giliran Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md yang mengutarakan permintaan Jokowi. Mahfud menyebut presiden sudah berkali-kali minta RUU Perampasan Aset Tidak Pidana segera disahkan.

“Kita sudah masukkan Menkumham dalam prolegnas (program legislasi nasional) dan teman-teman PDIP yang saya sounding juga sudah oke untuk ini,” kata Mahfud kala itu, dikutip dari Tempo.co (7/2/2023). (BD)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini