RADAR TANGSEL RATAS – Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Humas BPJS Kesehatan, Agustian Fardianto, menilai kontribusi pemerintah dalam memastikan penduduk Indonesia terlindungi jaminan kesehatan tak perlu diragukan lagi. Sampai dengan 1 Mei 2023, terdapat 254,9 juta penduduk Indonesia yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Seperti yang dilansir Detik.com (3/5/2023), Agustian menjelaskan bahwa dari angka tadi, sebanyak 96,7 juta penduduk miskin telah ditanggung pemerintah lewat APBN sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK).
Ia menambahkan, ada juga 36,8 juta penduduk yang ditanggung pemerintah daerah menjadi peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) kelas III atau JKN PBPU Pemda.
“Program JKN jauh lebih besar cakupan kepesertaannya dari program jaminan kesehatan manapun yang pernah ada di Indonesia, bahkan menjadi yang terbesar di dunia. Maka dari itu, tidak benar jika ada kalangan yang menyatakan bahwa era Jamkesmas lebih baik dibanding kondisi sekarang,” tutur Agustian dalam keterangan tertulis, Selasa (3/5/2023).
“Jangan lupa, dulu ada kelompok masyarakat yang tidak terlindungi jaminan kesehatan, yaitu kelompok pekerja informal. Sekarang hak mereka untuk terlindungi jaminan kesehatan pun terpenuhi dengan adanya Program JKN,” katanya menambahkan.
Agustian juga menerangkan bahwa sebelum BPJS Kesehatan beroperasi, terdapat program Jamkesmas. Program jaminan kesehatan tersebut untuk pegawai pemerintah, TNI/POLRI, pekerja swasta, pegawai pemerintah daerah, bahkan untuk orang miskin. Tapi di sisi lain, ada juga para pekerja informal yang tidak terlindungi asuransi kesehatan.
Selain itu, ia juga menjelaskan melalui program JKN pemerintah bahkan juga menanggung iuran JKN untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan POLRI. Pasalnya, dalam hal ini pemerintah berlaku sebagai pemberi kerja, sehingga harus membayarkan 4% iuran peserta JKN dari segmen Pekerja Penerima Upah Penyelenggara Negara (PPU PN), dan 1% iuran ditanggung oleh peserta JKN segmen tersebut.
“Tidak hanya itu, pemerintah juga sudah berkontribusi membantu peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Sesuai Perpres Nomor 64 Tahun 2020, iuran peserta JKN kelas 3 adalah Rp 42.000, lantas disubsidi pemerintah pusat sebesar Rp 7.000 sehingga peserta JKN kelas III cukup membayar Rp 35.000,” papar Agustinus.
Subsidi tersebut, kata Agustinus, dilakukan pemerintah agar masyarakat dengan finansial yang pas-pasan dan tidak termasuk sebagai peserta PBI bisa tetap mendaftar ke Program JKN.
Program JKN, Agustinus melanjutkan, merupakan bukti kehadiran negara kepada rakyatnya. Sehingga semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali bisa mendapatkan perlindungan jaminan kesehatan.
Tak hanya itu, pihaknya juga terus berupaya untuk melakukan transformasi mutu layanan agar setiap peserta bisa mengakses pelayanan kesehatan yang memadai.
“Sejumlah transformasi mutu layanan tersebut diwujudkan dalam bentuk simplifikasi administrasi pelayanan kesehatan cukup menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK), pemanfaatan sistem antrian online, dan akses pelayanan kesehatan bagi peserta JKN tanpa berkas fotokopi maupun biaya tambahan sesuai prosedur yang berlaku. Komitmen kami, peserta JKN terlayani dengan mudah, cepat, dan setara,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Periode 2011-2015, Chazali Situmorang, mengatakan program tersebut sejalan dari upaya pemerintah untuk menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hal itu, kata Chazali, tertuang pada UUD 1945 Pasal 34 telah memerintahkan negara untuk memberikan bantuan iuran bagi semua program, prioritas pertama untuk jaminan kesehatan.
“Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia, termasuk JKN, tidak diambil dari uang pajak melainkan dari iuran peserta (contribution based). Kewajiban negara adalah memastikan setiap orang terjamin haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan,” ujar Chazali. (BD)