RADAR TANGSEL RATAS – Pengusaha di bidang konstruksi, Jusuf Hamka, menagih uang kepada pemerintah sebesar Rp 800 miliar. Menurut pengusaha yang juga dikenal dengan nama Babah Alun ini, utang tersebut berkaitan dengan deposito PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) yang tidak diganti pemerintah sejak tahun 1998 silam.
Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menjelaskan bahwa pembayaran yang dimohonkan Jusuf Hamka adalah pengembalian dana deposito atas nama PT CMNP di Bank Yama yang kolaps pada saat krisis1998.
Kemudian, karena Bank Yama dan CMNP dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana, maka ketentuan penjaminan atas deposito CMNP tersebut tidak mendapatkan penjaminan pemerintah. Pasalnya, ada hubungan terafiliasi antara CMNP dan Bank Yama, sehingga permohonan pengembalian ditolak oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan penyehatan perbankan.
“CMNP tidak menerima keputusan BPPN, sehingga mengajukan gugatan untuk tetap memperoleh pengembalian deposito. Gugatan CMNP dikabulkan dan mendapatkan putusan yg menghukum Menteri Keuangan untuk mengembalikan deposito tersebut,” tutur Prastowo yang juga menjadi juru bicara Kemenkeu, dikutip dari Detik.com (7/6/2023).
Meski demikian, kata Prastowo, pembayaran deposito tersebut bukan disebabkan negara punya kewajiban kontraktual kepada CMNP. Hakim berpendapat bahwa Negara bertanggung jawab atas gagalnya Bank Yama mengembalikan deposito CMNP.
Dengan demikian Negara dihukum membayar dari APBN untuk mengembalikan deposito CMNP yang disimpan di bank yang juga dimiliki pemilik CMNP.
“Permohonan pembayaran sudah direspons oleh Biro Advokasi Kemenkeu kepada lawyer-lawyer yang ditunjuk oleh CMNP maupun kepada pihak-pihak lain yang mengatasnamakan CMNP,” ujar Prastowo
Prastowo menambahkan, mengingat putusan tersebut mengakibatkan beban pengeluaran keuangan Negara, maka pelaksanaannya harus memenuhi mekanisme pengelolaan keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara, terutama prinsip kehati-hatian.
“Untuk itu, perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian baik dari sisi kemampuan keuangan negara dalam rangka menjaga kepentingan publik yang perlu dibiayai negara maupun penelitian untuk memastikan pengeluaran beban anggaran telah memenuhi ketentuan pengelolaan keuangan negara,” kata Prastowo. (ARH)