RADAR TANGSEL RATAS – Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni menyatakan banyak mafia tanah yang mengincar tanah milik BUMN. Dia menyebut mafia tanah kerap mengincar tanah yang hak guna usaha (HGU)-nya segera berakhir.
“Kita tahu di luar sana banyak mafia tanah yang memang secara sengaja mana tanah-tanah BUMN atau HGU yang segera habis dan mereka mengokupasi,” ungkap Raja Juli dalam prarapat koordinasi Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) Summit 2023 di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Selasa (29/8/2023).
Meski demikian, ia yakin, pihaknya bisa melacak mana tanah yang benar-benar milik BUMN yang sudah ditempati lama oleh rakyat. Bahkan juga bisa melacak tanah yang saat HGU-nya terbit tapi sudah ditempati masyarakat.
Menurut Raja Juli, sejumlah regulasi telah diperbaiki untuk menjaga aset negara. Ia pun meminta para pemangku kebijakan menjadi administrator agar konflik sengketa dengan masyarakat bisa terhindarkan.
“Kalau kita kembalikan apa yang kita kerjakan ini ke atas tentang makna kemerdekaan dan kita adalah orang-orang dengan tradisi kepemimpinan administrator yang dibawakan oleh Mohammad Hatta, maka apa yang diharapkan oleh Pak Jokowi pada GTRA Summit yang lalu dapat terwujud di mana kita bisa merobohkan ego sektoral,” papar Raja Juli.
Selain itu, Raja Juli juga menyinggung karakter kepemimpinan Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta, yang harus ditiru untuk menuntaskan persoalan sengketa pertanahan. Dalam buku The Decline OF Constitutional Democracy in Indonesia karya Herbert Feith, Bung Hatta, kata Raja Juli, digambarkan sebagai sosok administrator.
Sosok Muhammad Hatta, menurut Raja Juli, memang layak disebut sebagai administrator dibandingkan Sukarno yang lebih menjadi solidarity maker.
“Mohammad Hatta adalah administrator yang mikir setelah merdeka kita mau ngapain sih, pranata sosial mau diapakan, struktur ekonomi harus seperti apa, undang-undang dan segala peraturannya agar mengantarkan kita ke esensi kemerdekaan yaitu kesejahteraan itu bagaimana caranya,” tutur Raja Juli.
Lebih lanjut, ia menilai banyak persoalan di isu pertanahan terjadi akibat para pemangku kebijakan belum bisa menjadi administrator layaknya Bung Hatta. Ego sektoral antarlembaga dan kementerian, kata dia, kerap jadi penghambat dalam menuntaskan persoalan tersebut.
“Lagi-lagi pengalaman singkat saya sebagai Wamen setahun lebih, saya kadang-kadang menjadi sedih karena sebagai administrator yang mestinya menyelesaikan banyak persoalan masyarakat, mewujudkan keadilan sosial, justru sekali lagi terhambat oleh ego-ego sektoral,” ujarnya.
Raja Juli menambahkan, acara GTRA Summit tahun ini diharapkan mampu menghilangkan ego sektoral yang terjadi dalam penyelesaian masalah sengketa lahan. Kegiatan tersebut pun diminta tidak hanya menjadi seremonial semata.
“Karena kita sama-sama tidak sempurna maka kita perlu kerja sama, perlu kolaborasi. Itulah esensi dari pertemuan kita ini. Pak Menteri mengingatkan agar GTRA Summit tidak jadi ritual tahunan saja,” tuturnya. (ARH)