Waduh! BPK Temukan Penyaluran Rumah Subsidi Tidak Tepat Sasaran dengan Nilai Rp 53 Miliar

0
178
Menurut BPK, ada hal yang harus segera diselesaikan oleh Kementerian PUPR terkait dengan penyaluran rumah subsidi yang tidak tepat sasaran, dengan nilai sekitar Rp 53 miliar. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah masalah keuangan yang harus segera diselesaikan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), salah satunya terkait rumah subsidi.

Sebab, dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2022 BPK, terungkap bahwa ada sejumlah permasalahan terkait dengan penyaluran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), yakni:

1. Penyaluran dana FLPP terhadap 256 debitur sebesar Rp 26,24 miliar tidak tepat sasaran dan penggunaan quick response code pada rumah hasil pembiayaan dana FLPP belum optimal

2. Penanganan penyelesaian kredit FLPP terhadap 5.679 debitur yang telah meninggal dunia dan masih memiliki saldo outstanding pokok kredit per Oktober 2022 sebesar Rp 225,52 miliar tidak sesuai ketentuan, di antaranya karena bank penyalur belum mengajukan klaim asuransi jiwa atas debitur yang telah meninggal dunia dan penyelesaian kredit belum dilaporkan ke BP Tapera.

Sebelumnya, laporan tersebut sudah pernah disampaikan BPK saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada Kementerian PUPR pada Selasa (8/8/2023) lalu. Adapun hasil dari laporan keuangan Kementerian PUPR tahun 2022 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

BACA JUGA :  Banyak Dikomplain Masyarakat, Tilang Uji Emisi di DKI Jakarta Kembali Dihapus

Menurut anggota IV BPK, Haerul Saleh, masih ada hal yang harus segera diselesaikan, salah satunya terkait dengan penyaluran rumah subsidi yang tidak tepat sasaran dengan nilai sekitar Rp 53 miliar.

Haerul menuturkan, ditemukan juga rumah-rumah subsidi yang dialihfungsikan dari fungsi utamanya sebagai hunian, misalnya disewakan. Seharusnya, kata Haerul, bantuan rumah subsidi diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum punya rumah.

Ia juga mengingatkan Kementerian PUPR untuk segera menyelesaikan permasalahan ini. Kementerian PUPR diberikan tenggat 60 hari untuk menindaklanjuti hal tersebut.

“Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi BPK dan memberikan jawaban selambat-lambatnya 60 hari,” tutur Haerul kepada wartawan, Kamis (7/9/2023).

Di sisi lain, Haerul memuji Kementerian PUPR yang berhasil mengelola keuangan dengan anggaran besar hingga mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ia mengaku sempat tidak mempercayai hal tersebut.

“Kalau kemarin-kemarin saya dapat info banyak, bahwa PUPR bisa mengelola keuangan negara dengan benar, kemudian mendapatkan penghargaan terbaik dan sebagainya lah. Awalnya saya nggak percaya,” ungkap Haerul. (ARH)

BACA JUGA :  Wow! Bursa Karbon Indonesia Berpotensi Mencapai Rp 8.000 Triliun, Perlu Ada Peraturan Teknis OJK

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini