Berbekal Dua Alasan, Pontjo Sutowo Ngotot Pertahankan Keberlangsungan Hotel Sultan

0
155
Hotel Sultan sempat menjadi lokasi beberapa persitiwa penting, salah satunya adalah menjadi lokasi acara debat pilpres putaran kedua antara Jokowi vs Prabowo di tahun 2019 lalu. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Pihak Pontjo Sutowo lewat perusahaannya PT Indobuildco masih mempertahankan pengelolaan Hotel Sultan. Sikap itu diambil bukan tanpa alasan. Setidaknya, ada dua alasan utama mengapa pengosongan tak dilakukan meskipun sudah diberi batas waktu hingga pengujung 29 September 2023.

Menurut Kuasa Hukum PT Indobuildco, Yosef Benediktus Badeodan, alasan pertamanya yakni belum ada kejelasan perihal maksud kata pengosongan. Kata dia, apakah itu pengosongan gedung dan menyerahkan pengelolaan Hotel Sultan, atau pengosongan lahan dengan menghancurkan gedung yang berdiri di lahan yang diklaim milik Kementerian Sekretariat Negara. “Jadi apa yang mau dikosongkan?” ujar Yosef dalam pernyataan resminya, Minggu (1/10/2023).

Sebelumnya, ia juga sempat menegaskan bahwa tak ada putusan pengadilan yang dipandang Yosef sebagai dasar hukum yang sah untuk mengeluarkan perintah pengosongan. “Tidak pernah ada perintah pengadilan untuk mengosongkan lahan eks HGB 26/27. Sesuai due process of law,” tuturnya.

Yosef menegaskan, perintah pengadilan harusnya memenuhi beberapa tahap tertentu dan harus melalui pemanggilang dua belah pihak. Selanjutnya, kata dia, juga harus ada perintah pengadilan untuk penyerahan aset secara sukarela atau disebut dengan istilah anmaning.

BACA JUGA :  Rosan Bantah Cerita Connie Soal Prabowo Hanya Akan Menjabat Dua Tahun Sebagai Presiden dan Langsung Diganti Gibran

“Pengadilan akan memanggil para pihak untuk menjalankan putusan secara sukarela (anmaning). Bila para pihak menolak maka pengadilan akan membuat penetapan eksekusi berdasarkan putusan yang ada. Sejauh ini tidak ada panggilan anmaning dari pengadilan dan tidak ada penetapan eksekusi dari pengadilan,” ungkap pria yang akrab disapa Yoda itu.

Dan alasan kedua, Yosef juga menjelaskan tak ada perintah pengadilan berkaitan dengan pengosongan. Apalagi disebutkan ada tanggal jatuh tempo pengosongan yang disebut jatuh pada hari ini.

“Penetapan eksekusi dari pengadilan juga dibuat berdasarkan adanya putusan pengadilan yang executable artinya ada diktum putusan yang memerintahkan PTI untuk mengosongkan lahan HGB 26/27. Faktanya tidak ada putusan pengadilan yang berisikan perintah untuk mengosongkan lahan HGB 26/27,” ujarnya.

Berdasarkan dua alasan di atas, Yosef menegaskan bahwa kliennya tidak akan melakukan pengosongan. “PT Indobuildco tidak akan mengosongkan lahan,” tutur Yoda lagi.

Sebelumnya, pemerintah meminta PT Indobuildco segera mengosongkan Hotel Sultan karena masa berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) telah habis pada Maret-April 2023. Mereka juga diminta melunasi pajak royalti Hotel Sultan sejak 2007 senilai kurang lebih Rp 600 miliar berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

BACA JUGA :  Polemik Soal Kursi Ketum di Partai Golkar, Jokowi: Tak Ada Hubungannya dengan Kita

Yosef menyebut selama ini tidak ada perjanjian apapun terkait royalti, termasuk besaran dan tagihannya. Ia pun mempertanyakan dari mana dasarnya besaran tunggakan tersebut.

“Tidak ada perjanjian apapun soal royalti dan besarnya royalti dan tidak pernah ada invoice tagihan royalti. Jadi dari mana Setneg menyatakan ada utang royalti? Dasarnya apa dan bagaimana hitungannya?” kata Yosef.

Lebih lanjut, Yosef menuturkan bahwa PT Indobuildco pernah membayar pajak royalti sampai 2006 karena adanya putusan pengadilan. Setelahnya pembayaran tidak dilanjutkan karena terkait perjanjian HGB No.26/Gelora dan No.27/Gelora berada di atas HPL No. 1/Gelora sebagai Barang Milik Negara pada Sekretariat Negara (Setneg).

“(Hotel Sultan) tidak berdiri di atas HPL No. 1/Gelora. Sebaliknya, HPL No. 1 terbit di atas HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora,” tutur Yosef.

Ia juga mengingatkan adanya kesalahan jika uang royalti dibayarkan Hotel Sultan tanpa adanya dasar yang jelas. “Pihak Setneg yang menerima uang royalti tanpa adanya dasar perjanjian dapat dianggap sebagai gratifikasi,” tuturnya. (ARH)

BACA JUGA :  Mengaku Tak Masalah Bila Timnas Israel Berlaga di Indonesia, Ketum PBNU: Hadir-Tidaknya Mereka Tidak Pengaruhi Kondisi Palestina

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini