RADAR TANGSEL RATAS – Presiden China Xi Jinping menyampaikan sebuah pesan khusus bagi para ibu di negaranya. Ia mengimbau agar perempuan mau terus melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. Hal itu diucapkan Jinping karena sangat rendahnya angka kelahiran ini China.
Saat berbicara pada Kongres Perempuan Nasional, Jinping menegaskan adanya perubahan dalam pemikiran pemerintah tentang peran perempuan dalam masyarakat. Ia juga membicarakan soal kesuburan perempuan China.
“Kita harus secara aktif memupuk budaya pernikahan model baru dan melahirkan anak,” tuturnya dalam acara lima tahunan itu dikutip The Economist, Selasa (14/11/2023). “Saya mendorong para delegasi untuk menceritakan kisah-kisah baik tentang tradisi berkeluarga.” Jinping menambahkan.
Hal tersebut, kata Jinping, sesuai dengan pandangan konservatifnya terhadap masyarakat. Di masa lalu, Jinping telah berbicara tentang pentingnya “istri dan ibu yang baik” dan mempromosikan norma-norma sosial patriarki.
Sebagai informasi, untuk yang pertama kalinya sejak tahun 1960-an, populasi di China mulai menyusut sejak tahun lalu.
Saat ini China membutuhkan perempuan untuk memiliki lebih banyak penduduk guna membalikkan penurunan demografi yang mungkin menghambat pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan data, di tahun 2022 lalu, China melaporkan 9,56 juta kelahiran. Ini merupakan angka terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1949, dan turun 10% dari tahun 2021.
Pemerintah China pun berupaya keras untuk membalikkan tren ini. Pada tahun 2016, pemerintah membatalkan kebijakan yang telah berlaku puluhan tahun yang membatasi sebagian besar pasangan hanya memiliki satu anak. Pada tahun 2021, negara ini mengadopsi kebijakan tiga anak untuk setiap pasangan.
Sayangnya, generasi muda masih enggan menikah dan bereproduksi. Semakin banyak perempuan yang menentang norma gender dan memilih gaya hidup mandiri. Banyak anak muda lainnya, baik laki-laki maupun perempuan, yang masih berjuang untuk mendapatkan pekerjaan, alih-alih membeli rumah dan memulai sebuah keluarga.
Di sisi lain, Insentif untuk memiliki anak, seperti pemberian uang tunai dan keringanan pajak, telah gagal meyakinkan pasangan bahwa lebih banyak anak sepadan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Jumlah rata-rata kelahiran per perempuan jauh di bawah jumlah yang diperlukan untuk mempertahankan populasi.
Meski begitu, langkah ini menimbulkan bumerang dalam hal kesetaraan gender di negara itu. Indeks Kesenjangan Gender Global terbaru dari Forum Ekonomi Dunia (WEF), yang mengukur kemajuan menuju kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, menempatkan China pada peringkat 107 dari 146 negara.
Tercatat, pada tahun 2012, negara ini menduduki peringkat ke-69 dari 135. Skor China mengalami penurunan dalam beberapa bidang, seperti pencapaian pendidikan, pemberdayaan politik, dan kesehatan. (ARH)