Uni Eropa Tuding Produk Stainless Steel Indonesia Dapat Subsidi dari China, Kemendag Angkat Bicara

0
80
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional Kemendag, Bara Krishna Hasibuan, menegaskan bahwa tuduhan Uni Eropa terhadap pabrik stainless steel di kawasan industri Morowali mendapatkan subsidi dari China tidak memiliki bukti yang kuat. (foto: istimewa)

RADAR TANGSEL RATAS – Kementerian Perdagangan Republik Indonesia membantah tudingan Uni Eropa yang menyebut produk stainless steel Indonesia mendapatkan subsidi dari pemerintah China. Sebab, tudingan tersebut membuat Uni Eropa menambahkan bea masuk antidumping (BMAD) dan Countervailing Duties (bea masuk penyeimbang/BMP) pada lempeng baja canai dingin nirkarat atau stainless steel cold-rolled flat (SSCRF) Indonesia.

Atas tudingan yang merugikan tersebut, Indonesia menggugat Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO) karena pengenaan bea masuk antidumping pada November lalu.

Menurut Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional Kementerian Perdagangan, Bara Krishna Hasibuan, subsidi transaksional tidak bertentangan dengan ketentuan WTO. Subsidi tersebut, kata Bara, bernama agreement on subsidies and countervailing measures.

Bara juga menuturkan bahwa kasus tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Kasus itu, katanya, tercatat sebagai yang pertama kali sejak WTO dibentuk.

“Soal transational subsidies belum pernah satupun negara atau anggota di WTO yang mengangkat kasus ini dalam suatu dispute. Jadi ini adalah pertama kali dalam sejarah pembentukan WTO ada satu anggota yang men-challenge anggota lain dalam dasar ini,” papar Bara dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia.

BACA JUGA :  Hotman Paris Pernah Tolak Tawaran Jadi Pengacara Ferdy Sambo, Kenapa?

Bara juga menegaskan bahwa tuduhan Uni Eropa terhadap pabrik di kawasan industri Morowali mendapatkan subsidi dari China tidak memiliki bukti yang kuat.

“Argumentasi dari Uni Eropa adalah bahwa pabrik yang dimiliki oleh investor China yang beroperasi di kawasan industri Morowali mendapatkan subsidi dari pemerintah China. Sedangkan mereka gak bisa membuktikan jenis subsidi seperti apa itu yang dikenal dengan nama transational subsidies,” tuturnya.

Bea impor antidumping, menurut Bara, dapat merugikan Indonesia. Bahkan kisarannya mencapai 40 juta Euro atau sekitar Rp 668,8 miliar. Jumlah kerugian itu sama dengan 20 ribu ton stainless steel yang dikenakan biaya bea masuk antidumping tersebut. (ARH)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini