Rekayasa Rekening BLBI, Uchok Sky Khadafi: Ancaman bagi Stabilitas Perbankan

0
19

RATAS – Menutup tahun 2024, Center for Budget Analysis (CBA) kembali mengungkap temuan mencengangkan terkait dugaan rekayasa penyaluran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun 1998. Bank Indonesia (BI) disebut menggunakan rekening rekayasa untuk menampung dana dan memanipulasi transaksi antarbank. Praktik ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga dinilai sebagai ancaman serius terhadap integritas sistem perbankan nasional.

Selain itu, CBA juga menyoroti hilangnya sertifikat lahan seluas 452 hektar yang menjadi jaminan dalam perjanjian sah antara bank swasta dengan Bank Indonesia.

Modus Rekening Rekayasa BLBI

Direktur CBA, Uchok Sky Khadafi, membeberkan bahwa rekening rekayasa ini digunakan oleh BI untuk memfasilitasi transaksi antarbank, termasuk kliring. Padahal, menurut aturan yang berlaku, hanya bank-bank terdaftar yang diizinkan mengikuti kliring di Bank Indonesia. Namun, Uchok menyebut adanya rekening khusus yang melanggar regulasi ini.

“Rekening ini dibuat untuk menampung uang negara yang masuk dan keluar tanpa melalui mekanisme yang sah. Ini adalah pelanggaran serius terhadap aturan perbankan dan mengancam kepercayaan terhadap sistem keuangan nasional,” tegas Uchok dalam siaran pers, Senin (30/12/2024).

BACA JUGA :  Keberatan Myanmar Ditolak Pengadilan PBB, Kasus Genosida Rohingya Tetap Disidangkan

Rekening rekayasa tersebut digunakan dalam transaksi jual beli uang antarbank, atau dikenal sebagai call money over night. Dalam skema ini, bank pembeli uang akan mengembalikan dana ke rekening bank penjual keesokan harinya, plus bunga yang tinggi. Namun, patut dicatat, bank pembeli bukan mendapatkan dananya dari rekening bank penjual, melainkan dari rekening  rekayasa.

“Jadi, bank penjual tidak pernah keluar uang, tapi mendapatkan uang dan bunga dari bank pembeli. Praktik ini memberikan keuntungan besar bagi bank penjual uang dan oknum di BI, serta pihak-pihak tertentu yang terlibat. Ini jelas merugikan negara dan mencoreng kredibilitas BI sebagai bank sentral,” tambah Uchok.

CBA menilai, dengan keberadaan rekening ini, BI tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga membahayakan stabilitas sistem keuangan. “Integritas sistem kliring nasional dipertaruhkan karena rekening rekayasa yang ilegal ini,” ujar Uchok.

Sertifikat Jaminan 452 Hektar Hilang

Sebelumnya, dalam rilis Kamis (26/12) kemarin, CBA mengungkap dugaan penggelapan sertifikat lahan seluas 452 hektar milik salah satu bank swasta yang semula dijadikan jaminan dalam perjanjian jual beli promes nasabah dengan Bank Indonesia. Lahan berlokasi di Cianjur, Jawa Barat ini terdiri dari lima sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) milik PT Varia Indo Permai, nasabah bank swasta tersebut.

BACA JUGA :  Dua Kereta untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tiba di Tanjung Priok.

Kelima sertifikat telah dipasang hak tanggungan atas nama BI pada 1997. Namun, meskipun BI mengklaim telah menyerahkannya kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 8 Mei 1998, Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta 1, Rofli Edi Purnomo, mengungkap bahwa barang jaminan tersebut tidak pernah diterima oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

“Keberadaan sertifikat ini harus dijelaskan secara transparan. BI, BPPN, dan DJKN Kementerian Keuangan wajib bertanggung jawab atas penggelapan ini,” ujar Uchok.

Saat itu, lahan tersebut bernilai sekitar Rp350 miliar, dan nilainya kini diperkirakan jauh lebih besar. Hilangnya sertifikat ini menambah daftar panjang penyalahgunaan wewenang oleh BI dan BPPN.

Desakan Investigasi Menyeluruh

CBA meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau pun Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk segera mengusut kedua kasus besar ini. “Rekening ilegal dan penggelapan sertifikat jaminan menunjukkan penyalahgunaan wewenang yang sistematis di lembaga keuangan negara. Jika tidak ditindak, ini akan terus merusak kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan negara,” tegas Uchok.

BACA JUGA :  Anies Baswedan Dekati Kalangan NU untuk Cari Cawapres, Said Aqil: Tak Masalah

Ia menegaskan pentingnya investigasi menyeluruh untuk menemukan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Selain itu, BI sebagai bank sentral harus memastikan seluruh mekanismenya berjalan sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Dengan temuan ini, CBA menekankan perlunya langkah cepat dan tegas untuk mencegah terulangnya kasus serupa. “Selain menyelamatkan keuangan negara, investigasi ini juga diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan nasional,” pungkas Uchok. (HDS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini