RADAR TANGSEL RATAS – Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyitaan sejumlah aset milik bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi, yang menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait penyerobotan lahan kawasan hutan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Nilai total aset tersebut ditaksir lebih dari Rp 10 triliun.
“Kayaknya bisa lebih (Rp 10 triliun),” tutur Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (23/8).
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menambahkan, sejauh ini tim penyidik telah melakukan penyitaan terhadap 32 aset milik Darmadi dengan rincian 18 aset ada di Jakarta, 12 aset di Riau, dan dua aset di Bali yang salah satunya merupakan hotel.
“Ini tim juga telah melakukan pelacakan terhadap aset-aset tersangka di Kalbar, di Kalteng, di Jambi, dan di Batam,” kata Ketut.
Adapun jenis aset yang disita antara lain berupa kebun sawit, bangunan, kapal tongkang, juga hotel. Sejauh ini, masih ada lagi aset Darmadi yang masuk radar penyidik dan dalam waktu dekat akan dilakukan penyitaan.
“Ada, ini masih jalan. Ada informasi ada helikopter yang juga mau disita. Tadi sudah saya sebutkan ya, yang akan disita ini ada di wilayah Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Jambi. Termasuk juga di Batam,” papar Ketut.
Seperti yang sudah diketahui, Darmadi telah kembali ke Indonesia dari China. Dia sempat dilarikan ke rumah sakit saat menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait penyerobotan lahan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan bahwa kasus dugaan tindak pidana korupsi penyerobotan lahan kawasan hutan PT Duta Palma Group telah menimbulkan kerugiaan negara senilai Rp 78 triliun.
Menurut Buhanuddin, Raja Thamsir Rachman (RTR) selaku Bupati Kabupaten Indragiri Hulu periode 1999-2008 dianggap melawan hukum karena telah menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan Indragiri Hulu.
Izin tersebut dibuat untuk lahan seluas 37.095 hektare, dan diberikan kepada lima perusahaan, yakni PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu dan PT Kencana Amal Tani. Semua perusahaan merupakan bagian dari PT Duta Palma Group milik Darmadi.
Burhanuddin menjelaskan, izin usaha lokasi dan izin usaha perkebunan digunakan oleh Darmadi tanpa mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan.
“Juga, tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional, Surya Darmadi telah membuka dan memanfaatkan kawasan hutan dengan membuka perkebunan kelapa sawit serta memproduksi sawit yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara,” tutur Burhanuddin.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Raja Thamsir Rachman (RTR) selaku Bupati Kabupaten Indragiri Hulu periode 1999-2008, dan Surya Darmadi (SD) selaku Pemilik PT Duta Palma Group.
Adapun peran kedua tersangka dan posisi kasus tersebut yakni pada 2003, Surya Darmadi selaku Pemilik PT Duta Palma Group melakukan kesepakatan dengan Raja Thamsir Rachman selaku Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008.
Mereka membuat kesepakatan untuk mempermudah dan memuluskan perizinan kegiatan usaha budidaya perkebunan kelapa sawit, usaha pengolahan kelapa sawit, serta persyaratan penerbitan HGU kepada perusahaan-perusahaan milik Darmadi di Kabupaten Indragiri Hulu.
Padahal, lahan-lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha yang dimaksud berada di kawasan hutan, baik Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Penggunaan Lainnya (HPL) di Kabupaten Indragiri Hulu. Mereka membuat kelengkapan perizinan terkait Izin lokasi dan izin usaha perkebunan tanpa didahului dengan izin prinsip AMDAL.
Selain itu, PT Duta Palma Group sampai dengan saat ini tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan dan HGU, serta tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen dari total luas areal kebun yang dikelola, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007. (BD)