Menilai Perpanjangan SIM Bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945, Seorang Advokat Minta SIM Berlaku Seumur Hidup

0
71
Advokat Arifin Purwanto menyatakan bahwa perpanjangan SIM setiap lima tahun sekali bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mengatur setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. (foto: dok. MK)

RADAR TANGSEL RATAS – Beberapa waktu lalu, seorang advokat bernama Arifin Purwanto menggugat UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta masa berlakunya surat izin mengemudi (SIM) diubah dari lima tahunan menjadi seumur hidup.

Arifin mengujikan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ yang menyatakan bahwa Surat Izin Mengemudi berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang.

Arifin mengaku merasa dirugikan apabila harus memperpanjang surat izin mengemudi (SIM) setelah masa berlakunya habis/mati, yakni lima tahun.

“Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM setelah itu lima tahun habis saya akan memperpanjang kedua. Ini nomor serinya berbeda, Yang Mulia. Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses. Tentu berbanding terbalik dengan KTP. Jadi kalau KTP langsung dicetak,” kata Arifin, sebagaimana dilansir website MK, Kamis (11/5/2023).

Dalam permohonannya, Arifin menyebut masa berlaku SIM yang hanya lim tahun tidak ada dasar hukumnya, dan tidak jelas tolok ukurnya. Kerugian lainnya, Arifin mengaku harus mengeluarkan uang/biaya serta tenaga dan waktu untuk proses memperpanjang masa berlaku SIM setelah habis/mati.

BACA JUGA :  Kali Ini Giliran Demokrat Sindir Sosok yang Biasa Matikan Mikrofon Saat Sidang DPR

Selama ini, kata Arifin, sebelum mengadakan sebuah ujian, tentunya ada pembelajaran terlebih dahulu. Tapi, dalam memperoleh SIM, tidak pernah ada pelajaran, baik teori maupun praktik, tentang lalu lintas dan angkutan jalan dari lembaga yang berkompeten, tetapi langsung proses ujian. Oleh karena itu, pengendara yang akan mencari/mendapatkan SIM sering kali tidak lulus.

“Karena tidak adanya dasar hukum yang jelas, kondisi ini sering kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu, misalnya calo,” ungkapnya.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Arifin meminta MK mengabulkan permohonan dan menyatakan Pasal 85 ayat (2) UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa ‘berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang’ tidak dimaknai ‘berlaku seumur hidup’.

Apalagi, Arifin menambahkan, di zaman teknologi 5.0 yang serba canggih saat ini, memesan barang sudah bisa menggunakan aplikasi atau telepon.

Ia juga menyebut saat ini mengurus surat pun sudah bisa secara elektronik. Misalnya penerbitan sertifikat jaminan fidusia oleh Menkumham RI. Ada juga penerbitan surat keterangan dari pengadilan lewat aplikasi eraterang. Bahkan notaris dalam mendaftarkan perusahaan Perseroan Terbatas, semua sudah online.

BACA JUGA :  Meski KKB Serang Sipil di Nduga, Mahfud: Tidak Ada Operasi Militer di Papua

“Jadi pengurusan surat-surat bisa singkat dan cepat. Jadi tidak perlu harus ke kantor. Tentunya penerbitan STNKB dan TNKB bisa memanfaatkan teknologi yang sudah ada seperti instansi yang telah disebutkan di atas. Supaya segera jadi/selesai dalam waktu lebih dari 1 jam,” tutur Arifin sebagaimana dikutip dari website MK, Minggu (14/5/2023).

Ia lalu melakukan riset dan menelusuri dasar hukum kewajiban ganti nopol/STNK per lima tahun. Juga SIM yang harus diperbaharui 5 tahun sekali. Ternyata dasar hukumnya ada di UU LLAJ, yaitu Pasal 70 ayat 2 UU LLAJ.

Pasal tersebut berbunyi: Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.

Ada pula Pasal 85 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), yang bunyinya: Surat Izin Mengemudi berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.

Menurut Arifin, aturan di atas bertentangan dengan UUD 1945. Seperti perpanjangan SIM tiap lima tahun sekali bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mengatur setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

BACA JUGA :  Hingga Juni 2024, Pembelian Rumah di Bawah Rp 2 Miliar Bebas Pajak, PPN Ditanggung Pemerintah

Judicial review tersebut masih berlangsung di MK. Dalam sidang perdana, MK meminta Arifin memperbaiki draft judicial review-nya agar lebih sistematis dan memperkuat argumen konstitusionalnya.

Di sisi lain, Direktur Registrasi dan Identifikasi (Dirregident) Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus menjelaskan bahwa SIM tidak bisa berlaku seumur hidup. Yusri menjelaskan, kesehatan menjadi salah satu persyaratan dalam pembuatan SIM.

Untuk itu, kata Yusri, pemohon diwajibkan sehat baik jasmani dan rohani. Bukti kesehatan itu dilakukan melalui serangkaian tes yang menjadi persyaratan pembuatan maupun perpanjangan SIM. Ada juga kompetensi yang wajib di kuasai pemohon dalam pengendara. Makanya, ada ujian praktik yang wajib ditempuh.

“Kejiwaan orang itu setiap hari bisa berubah. Mungkin sekarang kamu baik, tapi mungkin tahun depan kamu jadi gila. Itulah harus kita uji psikologinya, kan harus ada surat keterangan,” tutur Yusri. (BD)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini