RADAR TANGSEL RATAS – Mantan Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 17 Tangerang Selatan (Tangsel), Marhaen Nusantara alias Toton didakwa melakukan korupsi bantuan dana Program Indonesia Pintar (PIP) sebesar Rp 699 juta. Dari jumlah tersebut, dua orang buronan: Mugni dan Rizki “membegal” dana Rp 300 juta dari terdakwa Toton.
Hal itu terungkap dalam sidang perdana kasus korupsi dana PIP yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Banten, Selasa (27/9/2022). Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Puguh Raditya, Marhaen Nusantara didakwa melakukan korupsi dana bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sebesar Rp 699 juta.
Dana sebesar itu seyogyanya menjadi milik 1.077 siswa SMPN 17 Tangsel. Tetapi, digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi.
Lebih lanjut, dalam dakwaannya, Jaksa Puguh Raditya mengatakan, pada 2020, ada 1.218 siswa yang berhak menerima bantuan dana PIP di SMPN 17 Tangsel. Kemudian, sambungnya, sebanyak 1.183 melakukan aktivasi rekening.
Terdakwa Marhaen lalu membuat surat kuasa untuk penarikan dana itu dengan menguasakan dirinya sendiri tanpa permintaan dan sepengetahuan orang tua siswa. Nah, informasi bantuan dana PIP itu sendiri diperoleh oleh terdakwa diterima dari Saudara Mugni dan Rizki yang mengaku sebagai tim yang memberikan dana aspirasi dari DPR RI.
“Terdakwa mempersiapkan pelaksanaan penyaluran dibantu Mugni dan Rizki yang masih dalam daftar pencairan untuk penarikan melalui BRI Balaraja,” ucap Jaksa Puguh.
Selanjutnya, terdakwa Marhaen Nusantara dengan dibantu dua orang tersebut kemudian melakukan aktivasi. Dan, menarik dana untuk 1.077 siswa SMPN 17 Tangsel.
Penarikan dana PIP tersebut, tandasnya, dilakukan sebanyak 11 kali di BRI Balaraja sepanjang September 2020. “Terdakwa tidak pernah menerima surat kuasa dari orang tua siswa penerima PIP. Adapun surat kuasa dari BRI dibantu dibuatkan oleh Mugni dan Rizki,” sebutnya.
Adapun total dana yang terdakwa tarik di BRI Balaraja, terang Puguh adalah Rp 700 juta dari 800 tabungan penerima PIP SMPN 17 Tangsel. Dari jumlah tersebut, tegasnya, Mugni dan Rizki menarik RP 300 juta dari 277 tabungan.
Mugni dan Rizki saat ini masih dalam Daftra Pencarian Orang (DPO) alias buron. Jaksa Puguh melanjutkan, uang yang diambil terdakwa di bank itu digunakan untuk kepentingan pribadi.
Total kerugian negara berdasarkan audit dari Itjen Kemendikbud Ristek adalah Rp 699 juta. “Dana yang dilakukan penarikan secara kolektif oleh kepala sekolah berdasarkan surat pertanggungjawaban pada kenyataan dana PIP tersebut dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa,” pungkasnya.
Jaksa penuntun umum berkata, akibat perbuatannya, terdakwa diancam Pasal 2, Ayat (1), Pasal 3, Pasal 8 jo Pasal 18, Ayat (1) huruf b, Ayat (2). Dan, Ayat (3) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
Awak redaksi Kantor Berita RADAR TANGSEL ratas.id sebelumnya mengkonfirmasi Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Tangsel, Purqon Rohiyat soal perkembangan kasus dugaan korupsi dana PIP ini. Kata Purqon, berkas perkara kasus dugaan korupsi dana PIP sudah diserahkan ke PN Tipikor Tangsel.
“Sudah kami limpahkan ke PN Tipikor di Serang,” jawab Purqon (16/9/2022).
Sebelumnya diberitakan, penyidik Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan (Kejari Tangsel) harus mengejar “tiga orang anak buah” Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, yang diduga terlibat korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP). Kejari juga harus mengungkap “otak mafia pembegalan” dana PIP di tingkat elit.
Pengungkapan dugaan kasus korupsi dana PIP ini jangan hanya sampai pada tersangka mantan Kepala Sekolah SMPN 17 Tangsel, MN alias TTN. Demikian ditegaskan Ketua Aliansi Masyarakat Tangsel (AMATAS), H. A. Abdil.
“Penyidik Kejari Tangsel harus berhasil mengejar tiga orang anak buah Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf. Karena, info yang kami terima, tiga orang itulah yang mengajak tersangka MN mengikuti bimbingan teknis (bimtek) dan mencairkan dana PIP di BRI Balaraja,” ujar Abdil, kepada awak redaksi Kantor Berita RADAR TANGSEL ratas.id, Rabu (13/7/2022), di Tangsel.
Terpenting, kata Abdil, Kejari Tangsel harus berani mengungkap otak mafia begal dana PIP tersebut. “Oh ya harus itu (otak pelaku atau mafia pembegalan dana PIP) di tingkat elit harus diungkap. Karena, kalau cuma kelas kepsek, itu teri banget. Kakapnya harus diungkap. Dikejar, tangkap,” tukasnya.
Abdil menerangkan, penetapan tersangka MN dalam kasus dugaan korupsi dana PIP ini dapat menjadi “pintu masuk” pengungkapan skandal yang lebih besar di tingkat elit alias pengambil kebijakan. “Nanti MN pasti akan ‘nyanyi’. Sampai tingkat elit harus dikupas tuntas. Kejari harus berani itu. Jangan sampai tajam ke bawah, tumpul ke atas,” cetusnya.
Hal senada ditandaskan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan, Muhamad Fadil. Kata Fadil, pihaknya mendesak Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan agar mengusut pihak lain yang terlibat kasus itu.
“Sudah seharusnya penyidikan tidak berhenti pada penetapan aktor lapangan saja. Tidak mungkin tidak ada pihak lain yang terlibat,” pungkas Fadil, kepada awak redaksi Kantor Berita RADAR TANGSEL ratas.id.
Lebih lanjut, Fadil menyampaikan, tersangka MN hanyalah pelaku lapangan. “Ada aktor yang memiliki kekuasaan lebih besar. Kami menduga, ada pelaku lain yang lebih kuat sehingga MN berani melakukannya,” tambah Fadil.
Ia pun membeberkan indikasi kuat ada pihak lain yang mempunyai kekuatan besar yang dapat melancarkan proses pencairan dana PIP itu. “Ada dugaan, pihak bank juga ‘bermain’. Karena, pihak bank mengizinkan tersangka MN melakukan aktivasi dan menarik dana tanpa surat kuasa dari orang tua siswa penerima PIP. Dan, ini juga tidak mungkin berani dilakukan MN tanpa adanya ‘jaminan’ dari orang yang memiliki kekuasaan,” paparnya.
Fadil pun sepakat bahwa siapa pun yang diduga terlibat dalam skandal dugaan korupsi dana PIP ini harus diusut tuntas. “Kejari harus bekerja secara transparan dan berani memeriksa siapa pun yang diduga terlibat,” pintanya.
MN Beberkan Kronologi
Awak redaksi Kantor Berita RADAR TANGSEL ratas.id, jauh hari sebelum MN alias TTN ditetapkan sebagai tersangka, berhasil melakukan wawancara eksklusif dengan mantan kepala sekolah SMPN 17 Tangsel itu. Investigasi mendalam pun dilakukan.
Bahkan, MN blak-blakan berbicara mengenai dugaan kasus korupsi yang menjeratnya. “Jadi kasus ini awalnya terjadi pada tahun 2020, Mas. Waktu itu, kan, awal-awal Covid-19. Nah, pertama kali saya diberitahu dan diajak oleh Pak HM (kepala sekolah salah satu SMAN di Tangsel). Beliau bilang sama saya bahwa ada bantuan dana PIP,” ujar MN bercerita.
Lalu, MN pun diajak oleh HM mengikuti bimbingan teknis (bimtek) bantuan dana PIP di sebuah tempat di Kawasan Balaraja, Kabupaten Tangerang. “Tempat bimtek-nya jauh banget, Mas. Di daerah pelosok Balaraja sana. Dari Tangsel, yang kepsek SMPN cuma satu yaitu saya. Yang lain banyak ikut bimtek, tapi saya enggak kenal,” ia mengisahkan.
Dalam bimtek tersebut, sang pemateri mengaku merupakan TA (Tenaga Ahli) atau stafnya Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf. “Pak HM juga bilang, yang pertama kali mendatangi beliau itu namanya Mughni. Waktu itu, Mughni datang ke tempat kolam ikan milik Pak HM untuk menawarkan bantuan dana PIP,” ucapnya.
Saat ditanya ada berapa orang yang mengaku sebagai “kaki tangan” atau anak buahnya Dede Yusuf yang mem-bimtek para peserta? MN menjawab, tiga orang.
Siapakah nama ketiga orang yang mengaku sebagai TA atau stafnya Dede Yusuf itu? Ketiga orang itu, sebut MN, bernama Dedi, Mughni dan Rizki.
“Dedi ini koordinatornya yang jadi penanggung jawab dan mengatur serta memberi materi bimtek. Sedangkan, Mughni dan Rizki adalah anak buah Dedi yang membantu,” imbuhnya.
Awak redaksi Kantor Berita RADAR TANGSEL ratas.id pun mengkonfirmasi kepada HM, benarkah apa yang dikatakan MN tersebut? HM pun mengiyakan dan membenarkan apa yang dikatakan MN.
“Benar, Mas. Jadi, saya pertamakali didatangi Mughni di kolam ikan milik saya. Di situ Mughni menawarkan bantuan dana PIP. Katanya, dia stafnya Pak Dede Yusuf (DPR),” ucap HM yang saat itu didampingi MN.
Baik HM dan MN kompak mengatakan, bantuan dana PIP yang diberikan itu dipotong 40 persen oleh ketiga “orangnya” Dede Yusuf itu. “Jadi, waktu itu mereka bilang ke saya bahwa dana PIP ini aman. Boleh digunakan apa saja, untuk bangun sekolah atau apa saja. Tapi, dipotong 40 persen oleh mereka (ketiga orang itu). Alasannya, pemotongan 40 persen itu untuk biaya administrasi, macam-macam dan lainnya,” MN blak-blakan bicara.
MN pun mengikuti saja termasuk dalam proses pencairan itu. “Saya hanya mengikuti saja. Ya mungkin saya khilaf saat itu, enggak tahu juga,” kata MN yang mengaku sudah mengembalikan dana PIP itu ke para siswa penerima dengan cara bertahap.
Awak redaksi Kantor Berita RADAR TANGSEL ratas.id pun melakukan konfirmasi ke Mughni dan Rizki. Untuk konfirmasi ke Dedi belum.
Sebab, nomor kontak Dedi belum berhasil diperoleh dan masih dalam proses pelacakan. Mughni dan Rizki ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon seluler tidak berhasil.
Beberapa kali dihubungi tidak diangkat-angkat. Entah mengapa, dikirimi pesan SMS dan WhatsApp juga tidak ditanggapi, malahan nomor awak redaksi ratas.id diblokir.
Dede Yusuf Membantah
Sementara itu, Wakil Ketua Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi atau biasa disapa Dede Yusuf membantah semua tudingan soal dugaan keterlibatan “anak buahnya” itu. Saat awak redaksi Kantor Berita RADAR TANGSEL ratas.id meminta waktu untuk bertemu guna mengkonfirmasi kasus ini agar cover both side (berimbang), Dede Yusuf menolak dengan alasan masih padat jadwal kerjanya.
“Saya mau ke Bali. Dan enggak perlu both side karena pasti fitnah,” ucap Dede Yusuf melalui pesan WhatsApp, saat itu.
Mantan wakil gubernur Jawa Barat itu pun membantah keras bahwa dirinya tidak mengenal dengan tiga orang yang “mengaku sebagai kaki tangannya”. “1. Saya engga kenal nama itu. 2. Bukan dapil (daerah pemilihan) saya. 3. Telusuri kalau perlu kejar sampai dapat mereka yang memotong hak pelajar miskin,” kata Dede Yusuf.
Ketika didesak lebih jauh lagi, apakah ia benar-benar tidak mengenal sama sekali tiga nama itu mengingat mereka dengan sangat berani memberikan bimtek kepada para kepala sekolah hingga berhasil mencairkan dana PIP tahun 2020 dan memotongnya sebesar 40 persen dan mengaku sebagai “kaki tangan atau stafnya anggota DPR RI, Dede Yusuf”? Politisi Partai Demokrat itu kembali membantah keras.
“Nah itu statement saya. Saya enggak kenal nama itu. Mas Agus Supriyanto, Anda sebagai wartawan silakan investigasi saja. Zaman sekarang paling gampang jual nama public figure, kan,” bantah Dede Yusuf lagi.
Loyalis AHY ini pun mencoba meyakinkan dengan memberikan contoh proses pencairan dana PIP di dapilnya, Jawa Barat II. “Di dapil saya, Anda bisa cek sendiri bagaimama prosedur pembagian PIP tanpa potongan yang kami lakukan. Dilakukan oleh Rumah Aspirasi kami. Dan bekerjasama dengan sekolah langsung. Semua penerima kita bagikan ini (sambil mengirimkan lembaran surat pemberitahuan pencairan dana PIP di dapilnya) sehingga jika ada potongan bisa segera melapor kepada kami. Jadi ngaco kalau pakai jual namanya kaki tangan,” paparnya.
Anggota DPR RI bernomor 539 itu pun mempersilakan redaksi mengejar ketiga orang yang mengaku sebagai “kaki tangan” Dede Yusuf. “Silakan dikejar saja. Supaya jera orang orang yang seperti itu. Itu statement saya kurang lengkap apa. Nanti kalau sudah investigasi lebih komplit, baru kasih tahu saya,” imbuhnya.
Saat ditanya lebih jauh lagi, secara logika, apakah mungkin sekelas Tenaga Ahli (TA) atau siapa pun itu termasuk ketiga orang tersebut berani mencairkan dana PIP miliaran rupiah tanpa ada rekomendasi anggota DPR atau elit lainnya? Dede Yusuf tidak menjawab substansi pertanyaan itu.
Wakik rakyat sebelum terjun ke politik merupakan aktor film laga itu menjawab lain. “Mas, kalau ceritanya di dapil saya, akan jadi konsern saya. Tapi, ini bukan dapil saya. Tolong juga dipelajari bahwa aturan pencairan, adanya di bank atas nama rekening siswa sendiri dan contoh surat dari rumah aspirasi saya itu untuk mengajarkan penerima bahwa program ini tidak ada potongan sepeser pun. Agar, jangan ada oknum bermain,” urainya.
Lalu, saat ditanya soal fakta bahwa baru 1 sekolah yakni SMPN 17 Tangsel yang terbongkar dan sang kepala sekolah mengaku bahwa dia bersama kepsek swasta lainnya yang jumlahnya banyak dikumpulkan oleh 3 orang yang mengaku sebagai “kaki tangannya” Dede Yusuf, dan ketiganya meminta data siswa yang akan dicairkan dana PIP 2020, serta faktanya benar terwujud cair, tapi dipotong 40 persen oleh mereka (3 orang tersebut), Dede Yusuf pun menyayangkan sikap kepsek. “Kepsek, kok, gampang percaya, ya aneh juga. Kalau Anda yang mengaku kaki tangan saya apa dipercaya juga?” tanyanya.
Pria yang pernah menjadi wakil ketua umum Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) ini pun kembali meminta redaksi RADAR TANGSEL ratas.id untuk membongkar kasus ini. “Sudahlah, bongkar aja, Mas. Kasihan anak-anak kita. Nanti malah orang itu ngaku kaki tangan anggota lain, halah. Cek saja punya data akuratnya enggak? Soalnya yang model gini, di dapil saya pernah juga ada yang ngaku-ngaku, tapi karena kita open call center. Segera dilaporkan orang tua siswa. Oke Mas Agus Supriyanto, selamat berjuang,” pungkasnya.
Sebelum mengakhiri jawaban, Dede Yusuf pun meminta pada redaksi agar menanyakan pada tiga orang tersebut soal alasan mengapa mengaku-aku sebagai kaki tangan wakil ketua Komisi X DPR itu. “Cek juga kenapa dia ngaku-ngaku kaki tangan saya. Soalnya, saya enggal ada urusan ke Tangsel sama sekali.
Ditanya lagi, apakah Dede Yusuf berani melaporkan ke polisi ketiga orang yang mengaku sebagai kaki tangannya agar namanya tidak terseret-seret dalam pusaran kasus ini? Dede Yusuf menjawab, dirinya sering diseret-seret dalam kasus seperti ini.
“Saya sering diseret-seret. Maklum, jual nama selebriti, kan, gampang. Baim Wong saja sering dipakai namanya,” jawab anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini menutup pembicaraan.
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan (Tangsel), pada Senin (11/7/2022) telah menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP) tahun 2020. Dugaan penyelewengan bantuan dana pendidikan untuk siswa tidak mampu ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sebanyak Rp 699 juta.
“Pada hari ini telah dilakukan penetapan tersangka terhadap Marhaen Nusantara (MN). Bahwa tersangka adalah mantan Kepsek SMPN 17 Tangsel,” ucap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tangsel, Aliansyah, Senin (11/7/2022), kepada awak media.
Penetapan hukum ini diputuskan setelah jaksa penyidik memintai keterangan 45 orang saksi mata termasuk tersangka. Jaksa penyidik mengantongi bukti hasil penghitungan kerugian keuangan negara dari inspektorat jenderal kementerian pendidikan kebudayaan riset dan teknologi.
Juga, ada barang bukti dokumen pencairan dana di BRI Cabang Pembantu Unit Mas Indah, Balaraja, Kabupaten Tangerang.
Kata Aliansyah, dana PIP tahap 5 tahun anggaran 2020 disalurkan pada 13 Juli 2020 untuk 1.218 siswa penerima di SMPN 17 Tangsel. Ia merinci, 1.109 dari 1.218 siswa itu merupakan usulan pemangku kepentingan.
Dijelaskannya, tersangka melakukan aktivasi dan menarik dana secara kolektif dari salah satu bank. “Total dana yang ditarik berjumlah Rp 699 juta. Sebanyak 1.077 siswa dengan jumlah yang ditarik Rp 699 juta sebanyak 11 kali ada rinciannya,” urainya.
Dia pun merinci detil. “Pertama Rp 126,7 juta, yang kedua Rp 22,8 juta, ketiga Rp 103,1 juta, keempat Rp 58,1 juta kelima Rp 52,8 juta, Rp 77,2 juta, Rp 112,8 juta, Rp 105,3 juta, Rp 37,5 juta, Rp 750 ribu, terakhir Rp 1,5 juta itu ada 11 kali penarikan,” papar Aliansyah.
Diterangkannya, tersangka selaku Kepala SMPN 17 Tangsel saat itu tidak pernah menerima surat kuasa dari orang tua siswa penerima PIP 2020 untuk melakukan pencairan dana PIP secara kolektif. “Dana PIP untuk SMPN 17 Tangsel yang ditarik oleh tersangka sebesar Rp 699 juta dan 800 buku tabungan penerima dana PIP di 2020. Tersangka tidak memiliki bukti penarikan dana PIP 2020 untuk SMPN 17 Tangsel Rp 699 juta,” cetusnya.
Mengapa demikian? “Karena, segala sesuatunya sudah diatur oleh Saudara Mughni dan Rizki. Untuk urusan ke bank adalah Mugni, untuk penarikan dana adalah Rizki,” sebutnya.
Mantan Kajari Siak, Riau itu menandaskan, jaksa telah memeriksa sejumlah saksi dan menyita dokumen. “Tersangka Marhaen diduga melanggar Permendikbud, Nomor 10, Tahun 2020 tentang PIP jo Lampiran Peraturan Setjen Kemendikbud, Nomor 8, Tahun 2020 tentang Petunjuk PIP yang diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 699 juta,” cetus dia.
Selain itu, sambung Aliansyah, tersangka diduga melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur dalam Pasal 2, Ayat 1, UU Nomor Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Subsider Pasal 3 dan Pasal 8 UU Tipikor. “Bahwa tersangka berdasarkan surat perintah telah dilakukan penahanan selama 20 hari di Lapas Pemuda Klas 2A Tangerang penahannya mulai hari ini selama 20 hari ke depan,” ia menutup pembicaraan. (AGS)