RADAR TANGSEL RATAS – Baru-baru ini, kertas kosong telah menjadi simbol protes warga China terhadap kebijakan nol-Covid yang diterapkan oleh Presiden Xi Jinping. Pada demonstrasi yang terjadi di beberapa wilayah di negara itu sejak akhir pekan lalu, para pendemo menggunakan selembar kertas kosong untuk menjadi “senjata” mereka.
Dikutip dari Suara.com (29/11/2022), di kota Shanghai pada Minggu malam (27/11/2022), beberapa pendemo yang berkumpul untuk menyampaikan duka cita pada korban korban kebakaran yang membakar demonstrasi ini berdatangan. Mereka membawa lembaran kertas kosong.
Serupa, di ibu kota Beijing, pendemo bermunculan bersenjatakan sobekan-sobekan kertas dalam protes di kampus terhormat Tsinghua University. Kabarnya, Presiden Xi Jinping pernah mengunjungi kampus itu.
Sementara di tempat lainnya, seorang perempuan muda tampak berjalan kaki di jalanan Wuhan –sebuah kota di provinsi sebelah timur Zhejiang– dengan rantai di pergelangan tangan dan plester di mulutnya. Ia memegang selembar kertas kosong yang masih utuh.
Tren demo seperti ini sebelumnya pernah terjadi di Hong Kong pada tahun 2020 lalu, di mana penduduk lokal memegang selembar kertas kosong untuk memprotes undang-undang keamanan yang disebut ‘draconian’ (sangat otoriter).
Para aktivis memegang kertas kosong setelah otoritas melarang adanya slogan dan frasa yang terkait dengan gerakan protes massal pada 2019, yang pada saat itu dibalas oleh pihak keamanan dengan tindakan kekerasan berlebihan.
Beberapa pendemo berpendapat bahwa gerakan ini bukan hanya statemen tentang membungkam protes, tapi juga untuk menantang otoritas, seakan-akan berkata “apakah Anda akan menahan saya karena membawa tanda yang tidak mengatakan apa-apa?’
“Memang tidak ada tulisan apa pun di atas kertas itu, tapi kita semua tahu apa yang tidak tertulis di sana,” kata seorang perempuan yang turut bergabung dengan protes di Shanghai kepada BBC.
Johnny, pedemo berusia 26 tahun di Beijing, berkata kepada kantor berita Reuters bahwa kertas itu “melambangkan semua yang ingin kami katakan tapi tidak bisa”.
Menurut Kerry Allen, analis media BBC di China, para petugas sensor China telah mengawasi warga hingga ke platform-platform media sosial di negara itu.
“Puluhan juta unggahan telah disaring dari hasil pencarian. Lembar kertas kosong dan kertas putih juga sekarang sudah jarang muncul di hasil pencarian,” ungkapnya.
Penyensoran di media sosial ini telah memantik kemarahan di dunia maya. Seorang warganet menulis, “jika Anda takut pada selembar kertas kosong, Anda sungguh lemah.”
Sementara itu, perusahaan produsen kertas Shanghai, M&G Stationary, dipaksa menyangkal rumor mereka telah menarik peredaran semua kertas ukuran A4 dari pasaran karena alasan keamanan nasional.
Pihak M&G mengatakan proses produksi dan operasi masih normal dan mereka harus melaporkan kepada polisi sebuah dokumen palsu yang beredar online dan memulai rumor tersebut.
Tapi protes kertas kosong ini juga telah menjadi bahan kekerasan dari mereka yang masih loyal kepada pemerintah pusat dan marah karena gelombang protes ini.
Di satu video, yang diperkirakan diambil pada Sabtu di Communication University of China di Kota Nanjing, menampakkan seorang pria tak dikenal dengan marah merebut kertas putih dari tangan pedemo sebelum langsung berjalan pergi.
Sebuah video lain yang muncul di malam harinya, belasan mahasiswa mendatangi kampus tersebut dengan memegang kertas kosong, semua berdiri dengan diam.
Para pedemo –yang terbelenggu mesin sensor Beijing– juga melakukan bentuk komentar antipemerintah lain, termasuk ekspresi sarkastik yang mendukung aturan pengetatan Covid ketat China.
Dalam satu kasus, setelah petugas memerintahkan belasan pedemo dengan kertas putih berhenti menandatangani slogan-slogan anti-karantina, mereka merespons dengan meneriakkan kalimat sarkastik seperti “lebih banyak lockdown” dan “Saya ingin tes Covid”. (BD)