RADAR TANGSEL RATAS – Seperti yang sudah diketahui, pemerintah akan memberikan subsidi sepeda motor listrik mulai tahun 2023. Subsidi diberikan untuk mereka yang ingin membeli motor listrik. Nantinya jumlah penerima subsidi ini akan disesuaikan dengan kemampuan pemerintah dan diprioritaskan untuk masyarakat yang membutuhkan, misalnya ojek online atau ojol.
Tapi, ekonom senior Indef Aviliani menilai pemerintah perlu meninjau ulang rencana subsidi kendaraan listrik. Pasalnya, pemberian subsidi itu tidak terlalu urgent dan tak memberikan dampak ganda (multiplier effect) bagi perekonomian dalam negeri.
Dikutip dari cnnindonesia.com (13/12), Aviliani menilai saat ini Indonesia belum memiliki industri perakitan dan infrastruktur untuk pengembangan kendaraan listrik, seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Ia menambahkan, dengan tidak adanya industri perakitan di dalam negeri, pemerintah akan mengimpor kendaraan listrik.
Artinya, kata Aviliani, program itu tidak akan memberikan penambahan nilai bagi perekonomian, tapi justru akan semakin ketergantungan dengan produk impor.
“Jadi ini menurut saya sih belum terlalu urgent ya. Masih perlu dimatangkan lagi,” ujarnya dalam acara Indef School of Political Economy (ISPE), Selasa (13/12), dikutip dari cnnindonesia.com.
Selain itu, Aviliani menilai selama ini pemerintah hanya bicara mengenai supply side saja, bukan demand side. Sehingga, dikhawatirkan saat insentif motor listrik diberikan tanpa ada pembelinya, hal itu akan menjadi percuma.
Oleh karena itulah ia menyarankan pemerintah untuk terlebih dahulu menyiapkan industri kendaraan listriknya, lalu melihat demand side nya seperti apa, baru menyiapkan insentif.
“Jadi menurut saya kalau mau bangun industri dulu. Kedua, lihat dulu demand nya yang orientasi ekspor maupun di domestik. Apakah domestik punya kemampuan atau tidak sehingga ketika kita ambil policy itu sudah tahu tentang demand nya. Jadi mesti diubah ini. Pemerintah jangan lagi ke supply side dulu. Tapi demand side,” jelasnya.
Hal yang sama juga disampaikan Peneliti Indef Eko Listiyanto. Pemberian insentif motor listrik yang rencananya Rp 6,5 juta per kendaraan, menurut Eko, kurang tepat sasaran. Sebab, di kondisi saat ini, masyarakat lebih membutuhkan insentif untuk bertahan hidup dibandingkan membeli kendaraan.
Eko menilai apabila pemerintah mempunyai anggaran sebanyak itu untuk insentif motor listrik, maka sebaiknya dialihkan kepada masyarakat miskin. Hal itu tentu lebih berguna dan membantu daya belinya.
“Memang saat resesi harus banyak insentif, tapi kan nggak adil. Bagi saya itu masalah. Kalau mau sadar lingkungan harusnya bukan dengan program itu, harusnya Rp 6,5 juta untuk memperbaiki lingkungan yang rusak atau diberikan ke orang miskin, pasti lebih senang mereka dan sangat terbantu,” tuturnya. (BD)