Oleh: Artinita Monowida (fungsional penyuluh pajak ahli madya Kementerian Keuangan Republik Indonesia)
RADAR TANGSEL RATAS – Beberapa waktu lalu, bahkan, mungkin sampai dengan saat ini, kita seringkali mendengar dan membaca melalui media massa maupun media sosial tentang kebijakan pemerintah yang mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Tepatnya, per 14 Juli 2022, dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 112/PMK.03/ 2022, maka NIK resmi berfungsi menjadi NPWP.
Integrasi NIK dengan NPWP ini merupakan amanat Pasal 2, Ayat (1a), UU, No. 7, Tahun 2021 tentang Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pertimbangan penggunaan NIK sebagai NPWP adalah untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, kesederhanaan dan konsistensi dalam penggunaan NPWP.
Ya, integrasi NIK dan NPWP ini diharapkan dapat mempermudah “Wajib Pajak Orang Pribadi” dalam melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya demi kesederhanaan administrasi dan kepentingan nasional. Proses penyederhanaan administrasi ini, tidak sesederhana yang diharapkan.
Hal itu dikarenakan data yang ada jumlahnya puluhan juta. Selain itu, sumber daya manusia kita terbatas, sistem dan basis data tidak sama.
Juga, karena proses pemadanan data dari dua institusi pengelola data terbesar di Indonesia yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) membutuhkan waktu yang sangat tidak cepat. Oleh karena proses pengintegrasian NIK menjadi NPWP membutuhkan waktu yang tidak cepat, maka proses peralihan dilaksanakan hingga 31 Desember 2023.
Dan, penggunaan format NPWP baru yang berupa NIK baru akan berlaku per 1 Januari 2024. Masih lama?
Betul, yakni masih sebelas bulan lagi kita menggunakan NPWP yang sekarang. Tetapi, waktu berjalan begitu cepat sehingga terkadang kita baru menyadari ketika sudah mendekati jatuh tempo.
Pemadanan dan Pemutakhiran Data
Berdasarkan data DJP per 15 Januari 2023, progres dari proses pemadanan data secara mandiri “Wajib Pajak Orang Pribadi Warga Negara Indonesia” secara nasional, dari total 69 juta, data valid mencapai 23,7 juta atau (34,27%). Dari jumlah itu, sebanyak 29,9 juta perlu dikonfirmasi dan masih 15,5 juta perlu untuk dimutakhirkan.
Definisi data valid di sini berarti bahwa data identitas pada master file wajib pajak telah padan dengan data kependudukan disdukcapil. Data perlu dikonfirmasi artinya data identitas pada master file wajib pajak ditemukan pada data kependudukan dukcapil, tapi perlu dikonfirmasi.
Untuk data, perlu dimutakhirkan. Artinya, data identitas pada master file wajib pajak tidak ditemukan padanannya pada data kependudukan dukcapil.
Mengingat jumlah yang perlu dimutakhirkan masih banyak yang harus diselesaikan, maka solusi untuk mempercepat proses pemadanan data ini hanya dapat didukung dengan pemadanan atau pemutakhiran mandiri yang dilakukan oleh wajib pajak melalui situs pajak DJP online. Langkah-langkah untuk melakukan pemadanan data secara mandiri, wajib pajak cukup menyiapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Kemudian, melakukan aktivasi pada kolom menu profil dengan memasukkan data NIK dan menekan tombol validasi. Apabila data kependudukan pada dukcapil sama dengan master file wajib pajak yang dimiliki oleh DJP, maka hasilnya dinyatakan valid.
Selanjutnya, NIK dapat menjadi pengganti NPWP pada saat login ke laman DJP online. Apabila data tidak cocok atau tidak valid, maka akan dilakukan klarifikasi data yang tidak sesuai melalui saluran laman DJP Online https://djponline.pajak.go.id, call center Kring Pajak 1 500 200/live chat pajak, dan layanan “helpdesk” KPP terdaftar.
Semudah itukah? Betul, memang semudah itu untuk melakukan aktivasi atau pemadanan NIK menjadi NPWP.
Kalau NIK kita sudah padan dengan basis data yang dimiliki DJP, maka hanya memerlukan waktu kurang dari 5 menit. Kita pun masih dapat melakukan pemutakhiran data lain seperti untuk orang pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) yaitu data utama yang terdiri NIK, nama, tempat dan tanggal lahir, data email, HP dan alamat, data klasifikasi lapangan usaha pekerjaan dan data keluarga yaitu data istri/suami dan data anak.
Untuk Wajib Pajak (WP) Badan dan instansi pemerintah yaitu data email dan HP pengurus, data alamat dan data klasifikasi lapangan usaha/pekerjaan, kemudahan proses pemadanan data yang penulis sampaikan adalah proses data yang dimiliki DJP sama dengan data dukcapil. Kenyataan di lapangan, banyak kendala yang mungkin akan dihadapi oleh wajib pajak saat pemadanan atau pemutakhiran data.
Kendala-kendala itu antara lain ketika akan melakukan pemutakhiran data mandiri tidak dapat login ke DJP Online untuk melakukan pemutakhiran data. Perubahan profil tidak dapat dilakukan dikarenakan kemiripan data nama yang tersimpan pada sistem tidak sesuai.
Perubahan profil tidak dapat dilakukan dikarenakan NIK sudah terdaftar pada sistem, data nama tidak cocok dengan data dukcapil, data tempat lahir tidak cocok dengan data dukcapil. Atas kendala perubahan profil yang tidak dapat dilakukan dikarenakan data tidak cocok, maka kita sebagai wajib pajak perlu menempuh tahap penyelesaian lebih lanjut dengan menghubungi KPP terdaftar atau pun datang ke disdukcapil tempat domisili berada.
Momentum Pelaporan SPT Tahunan, Solusi Percepatan Integrasi
Mengingat adanya kendala-kendala yang terjadi memerlukan waktu untuk penyelesaian, maka wajib pajak, utamanya wajib pajak orang pribadi WNI dapat memanfatkan momentum pelaporan SPT Tahunan 2022 yang berlangsung dari bulan Januari sampai dengan Maret 2023. Mengapa momen ini sangat tepat?
Sebab, Wajib Pajak (WP) ketika akan melakukan kewajiban pelaporan menggunakan laman DJP online. Dan, alangkah baiknya ketika membuka laman ini sekaligus juga melakukan pemadanan atau pemutakhiran data secara mandiri.
Ibarat pepatah: sekali mendayung, dua pulau terlampaui. Sehingga, apabila ada kendala yang ditemui dapat segera dilakukan penanganan lebih dini.
Apalagi, kalau proses penyelesaiannya harus melibatkan dua instansi. Yaitu, disdukcapil dan juga DJP.
Momentum ini juga sangat bagus dimanfaatkan DJP baik secara nasional maupun regional agar lebih gencar dalam mengkampanyekan program pemadanan dan pemutakhiran data secara mandiri bersamaan dengan imbauan pelaporan SPT Tahunan melalui media massa maupun saluran media sosial yang dimiliki. Hal lain yang dapat dilakukan adalah membuat posko atau layanan khusus integrasi NIK dan NPWP bersinergi dengan disdukcapil, baik di internal kantor maupun membuka posko atau layanan di luar kantor seperti di mal pelayanan publik dan tempat strategis lainnya yang mudah dijangkau.
Tentunya, ini akan lebih memudahkan wajib pajak untuk melakukan penyelesaian apabila ada kendala. Selain tentunya, tetap menyelenggarakan edukasi secara masif, khusus mengenai proses pemadanan dan pemutakhiran data sehingga wajib pajak dapat mengetahui dan bersegera melaksanakan proses ini.
Daya upaya harus dilakukan oleh dua sisi. Baik dari sisi wajib pajak dan DJP.
Dengan memanfaatkan momentum pelaporan SPT Tahunan ini, harapannya akan mempercepat. Bahkan, menuntaskan proses pengintegrasian NIK menjadi NPWP. (AGS)
*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis. Dan, bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.